kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Gara-Gara Drone Korut, Korsel Ancam Tangguhkan Pakta Militer Antar-Korea 2018


Kamis, 05 Januari 2023 / 11:16 WIB
Gara-Gara Drone Korut, Korsel Ancam Tangguhkan Pakta Militer Antar-Korea 2018
ILUSTRASI. Korea Selatan mengatakan, negaranya mempertimbangkan untuk menangguhkan pakta militer antar-Korea 2018. ANTARA FOTO/Media Center G20 Indonesia/Zabur Karuru

Sumber: Reuters | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - SEOUL. Hubungan antara dua Korea semakin memanas. Pada Rabu (4/1/2022), Presiden Korea Selatan Yoon Suk-yeol mengatakan, negaranya akan mempertimbangkan untuk menangguhkan pakta militer antar-Korea 2018 jika Korut melanggar wilayah udaranya lagi. 

Hal tersebut menyusul atas kejadian intrusi baru-baru ini oleh drone Korea Utara.

Melansir Reuters, pernyataan Yoon dikeluarkan setelah diberi pengarahan tentang tindakan balasan terhadap drone Korea Utara yang menyeberang ke Selatan minggu lalu.  

Menurut sekretaris persnya, Kim Eun-hye, Yoon menyerukan untuk membangun kemampuan respons yang luar biasa yang melampaui tingkat proporsional.

"Dalam pertemuan itu, dia menginstruksikan kantor keamanan nasional untuk mempertimbangkan menangguhkan keabsahan perjanjian militer jika Korea Utara melakukan provokasi lain untuk menyerang wilayah kita," kata Kim.

Baca Juga: Pejabat Militer Nomor Dua Korut setelah Kim Jong Un Dipecat, Ada Apa?

Asal tahu saja, Kesepakatan 2018 antar dua Korea, dilakukan di sela-sela pertemuan puncak antara pemimpin Korea Utara Kim Jong Un dan Presiden Korea Selatan Moon Jae-in. 

Kesepakatan itu menyerukan penghentian "semua tindakan bermusuhan", menciptakan zona larangan terbang di sekitar perbatasan, dan menghapus ranjau darat dan pos jaga di dalam Zona Demiliterisasi yang dijaga ketat. 

Pemerintah Korea Selatan belum mengumumkan berapa banyak ranjau dan pos yang dipindahkan, dengan alasan masalah keamanan.

Penghentian pakta Kesepakatan 2018 itu bisa berarti diaktifkannya kembali pos penjagaan, latihan tembakan langsung di bekas zona larangan terbang, dan siaran propaganda melintasi perbatasan. Semuanya mengundang tanggapan kemarahan dari Pyongyang sebelum pakta tersebut.

Baca Juga: Korea Selatan Berharap Bisa Gunakan Aset Nuklir AS dalam Latihan Militer Bersama

Hubungan antar-Korea telah diuji selama beberapa dekade. Akan tetapi, hubungan keduanya semakin tegang sejak Yoon menjabat pada bulan Mei dan berjanji akan memberikan garis yang lebih keras terhadap Pyongyang.

Selama kampanye pemilihan tahun lalu, Yoon mengatakan Pyongyang telah berulang kali melanggar perjanjian dengan peluncuran rudal dan memperingatkan dia mungkin akan membatalkannya. Dia mengatakan setelah menjabat bahwa nasib pakta itu bergantung pada tindakan Korea Utara.

Yoon telah mengkritik penanganan militer atas insiden drone, sebagian menyalahkan ketergantungan pemerintahan sebelumnya pada pakta 2018.

Dia telah mendesak militer untuk siap membalas, bahkan jika itu berarti "mempertaruhkan eskalasi".

Kim juga bilang, Yoon memerintahkan menteri pertahanan untuk meluncurkan unit drone komprehensif yang melakukan misi multiguna, termasuk pengawasan, pengintaian, dan perang elektronik, serta menyiapkan sistem untuk memproduksi drone kecil secara massal yang sulit dideteksi dalam setahun.

“Dia juga menyerukan percepatan pengembangan drone siluman tahun ini dan segera membangun sistem pembunuh drone,” katanya.

Tentara Korea Selatan mengoperasikan dua skuadron drone dalam Komando Operasi Daratnya sejak 2018. Namun skuadron tersebut terutama dirancang untuk mempersiapkan perang di masa depan.

Baca Juga: Korea Utara Kembali Tembakkan 3 Rudal Balistik, Begini Respons AS

Kementerian Pertahanan Korea Selatan mengatakan, pihaknya berencana untuk meluncurkan unit lain yang berfokus pada fungsi pengawasan dan pengintaian, terutama menargetkan drone yang lebih kecil.

“Unit yang akan datang akan membawa tugas yang sama sekali berbeda, melakukan operasi di berbagai wilayah,” kata Menteri Pertahanan Lee Jong-sup kepada parlemen pekan lalu.

Untuk meningkatkan kemampuan anti-drone, kementerian mengumumkan rencana minggu lalu yang akan menghabiskan dana sebesar 560 miliar won (US$ 440 juta) selama lima tahun ke depan untuk teknologi seperti senjata laser udara dan pengacau sinyal.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

×