Reporter: Dimas Andi | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Pertamina (Persero) menyebut bahwa pandemi Covid-19 berdampak terhadap kebutuhan energi di Indonesia di tahun 2020 hingga proyeksi di masa mendatang.
Vice President Pertamina Energy Institute Hery Haerudin mengatakan, pandemi Covid-19 menyebabkan terjadinya penurunan kebutuhan energi di Indonesia sebesar 16% pada tahun ini dan 3% di tahun 2050 dibandingkan proyeksi sebelum pandemi.
Terlepas dari itu, ia memperkirakan kebutuhan energi primer pada dasarnya akan terus meningkat dengan pertumbuhan sekitar 3% per tahun. “Namun, akibat adanya pandemi, maka proses pemulihan dari kebutuhan energi diasumsikan paling cepat terjadi di tahun 2022,” ujar dia dalam acara Pertamina Energy Webinar, Selasa (8/12).
Baca Juga: Asia Pacific Fibers (POLY) bidik pendapatan US$ 350 juta di tahun depan
Ia melanjutkan, energi terbarukan berpeluang menjadi energi primer di Indonesia dengan tingkat porsi mencapai 29% berdasarkan skenario market driven dan 47% dengan skenario green transition di tahun 2050 nanti.
Dalam paparannya, Pertamina memiliki tiga skenario untuk memberikan pandangan terkait kondisi energi primer di masa depan. Di antaranya adalah skenario business as usual (BAU), market driven (MD), dan green transition (GT).
Kalau dari skenario BAU, porsi energi terbarukan dalam bauran energi primer Indonesia hanya mencapai 12% di tahun 2050. Jumlah tersebut kalah jauh dari porsi energi batu bara yang mencapai 44%. Begitu juga dengan porsi minyak bumi dan gas yang masing-masing sebesar 28% dan 16%.
Sebaliknya, seperti yang disebut sebelumnya, porsi energi terbarukan dalam bauran energi primer mencapai 29% di tahun 2050 berdasarkan skenario MD. Jumlah ini hanya kalah dari energi batubara yang punya porsi sebesar 33%, sedangkan porsi energi minyak bumi hanya 19% dan gas sebesar 18%.
Baca Juga: Genjot EBT, Medco Power bidik kapasitas pembangkit hingga 5.000 MW dalam 5 tahun
Porsi energi terbarukan dapat mencapai 47% di tahun 2050 bila berdasarkan skenario GT. Di sisi lain, porsi energi batu bara hanya 20% atau sedikit lebih rendah dari porsi energi gas sebesar 21%. Adapun porsi energi minyak bumi dilihat dari skenario ini hanya mencapai 12% saja.
Hery menyampaikan, berdasarkan skenario-skenario tersebut, pemanfaatan gas juga tampak meningkat walau dengan porsi yang relatif stabil. “Di sisi lain, penggunaan batu bara dan minyak mengalami penyusutan karena efek transisi energi,” tambah dia.
Dia juga menilai, untuk mencapai penurunan emisi sesuai skenario, maka diperlukan energi terbarukan paling sedikit 16% dari total bauran energi primer pada tahun 2030 mendatang yang didukung oleh disrupsi energi lainnya seperti electric vehicle (EV) atau kendaraan listrik, biofuel, dan peningkatan pemanfaatan gas.
Selanjutnya: Dewata Freight International (DEAL) bidik kontrak baru
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News