Reporter: Selvi Mayasari | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dalam kondisi pandemi seperti saat ini, ekonomi masyarakat banyak yang terpukul. Di saat seperti ini, fintech mencoba memberikan solusi termasuk di sektor pendidikan.
Misalnya saja Danacita, platform berbasis teknologi yang memberikan solusi pembiayaan pendidikan, sejak berdiri di tahun 2018 telah membantu membiayai ribuan pelajar menempuh pendidikan di lebih dari 100 perguruan tinggi dan lembaga pendidikan non formal di seluruh Indonesia.
Beberapa mitra lembaga pendidikan Danacita termasuk Universitas Tarumanagara, President University, Universitas Islam Bandung, maupun kursus pelatihan seperti Hacktiv8, Wall Street English dan English First.
"Kelak ke depannya Danacita akan menjangkau lebih banyak perguruan tinggi dan lembaga pendidikan non formal di dalam maupun pulau Jawa sehingga dapat melayani pelajar di seluruh pelosok Indonesia," kata Direktur Utama Danacita Alfonsus Wibowo kepada kontan.co.id, Jumat (8/10).
Di tahun 2021, Danacita menargetkan untuk meningkatkan penyaluran dana untuk pembiayaan pendidikan hingga 3x sampai 4x lipat dibanding tahun sebelumnya. Alfonsus menyebut, sejauh ini jumlah outstanding pembiayaan telah meningkat sebesar Rp 11 miliar dari tahun 2020 sehingga realisasi per Oktober 2021 sebesar lebih dari Rp 22 miliar.
Ia juga menjelaskan bahwa, Danacita juga selalu melakukan peningkatan kemitraan dengan berbagai lembaga pendidikan baik formal maupun non-formal. Danacita hadir menjadi solusi cerdas bagi pelajar maupun kampus dengan bekerja sama erat dengan mitra lembaga pendidikan untuk melayani kebutuhan pelajar dengan meringankan beban pembiayaan agar semua lapisan masyarakat dapat meraih pendidikan setinggi-tingginya.
Baca Juga: Begini prospek bisnis Gopay dan OVO ke depan pasca Tokopedia bergabung dengan Gojek
"Apalagi melihat bahwa kebutuhan pembiayaan pendidikan terjangkau semakin meningkat terutama dengan dampak dari pandemi COVID-19 terhadap keadaan ekonomi. Danacita beserta seluruh mitra lembaga pendidikan berharap dapat membantu ribuan pelajar Indonesia untuk mengejar mimpi dan cita-citanya," katanya.
Menurutnya, faktor pendorong dan alasan utama mengapa Danacita berupaya mendemokrasikan akses pendidikan di Indonesia adalah karena masih besarnya kesenjangan jumlah pelajar yang seharusnya duduk di bangku kuliah. Data di 2020 menunjukkan bahwa masih ada 70% dari generasi muda Indonesia yang tidak menempuh pendidikan tinggi dan alasan terbesar adalah karena terhambat dari segi pembiayaan.
"Di masa pandemi ini, banyak masyarakat Indonesia yang terdampak dalam hal ekonomi. Adanya pilihan pembayaran bulanan dari Danacita dengan waktu pembayaran hingga 24 bulan tentunya akan dapat membantu meringankan beban pelajar. Terutama jika dibandingkan dengan kewajiban pelunasan biaya perkuliahan secara langsung dalam satu periode tertentu," ungkap Alfonsus.
Alfonsus menambahkan, peluang untuk meningkatkan akses pendidikan dan kebutuhan pembiayaan masih sangat luas. Teknologi in-house yang Danacita bangun menjadi kunci penting untuk membantu lebih banyak lagi pelajar di seluruh pelosok Indonesia untuk dapat melanjutkan pendidikan di kampus impian mereka dengan mudah. Danacita juga membantu para pekerja profesional untuk terus meningkatkan keterampilan sehingga dapat beradaptasi di dunia yang terus berubah.
"Misi utama Danacita adalah memperluas akses pendidikan bagi seluruh anak bangsa Indonesia dan kami hadir untuk menjembatani kebutuhan pembiayaan pelajar dan membantu mitra lembaga pendidikan kami agar tetap bisa memberikan bekal ilmu kepada pelajar Indonesia," imbuh Alfonsus.
Tidak hanya Danacita, Platform teknologi finansial peer-to-peer (P2P) lending PT Pinduit Teknologi Indonesia atau Pintek juga mencoba memberikan solusi pembiayaan pendidikan.
Hingga saat ini penyaluran dana Pintek telah mencapai lebih dari Rp 190 miliar untuk ekosistem pendidikan. Pertumbuhan pada semester I tahun ini naik 4x lipat dibanding dengan Semester I tahun 2020. Sementara hingga akhir tahun nanti, Pintek berencana membidik penyaluran pembiayaan pendidikan hingga Rp 700 miliar.
Tommy Yuwono, Co-Founder dan Direktur Utama Pintek menjelaskan, adanya faktor kebutuhan dari siswa akan pendidikan, dampak pandemi terhadap orang tua mengakibatkan banyak murid yang telat membayar uang sekolah, sehingga berdampak dengan adanya kebutuhan lembaga pendidikan swasta untuk mendapat biaya tambahan untuk melengkapi kebutuhannya seperti meningkatkan sarana prasarana, kebutuhan laptop dan lain-lain.
"Selain itu, dengan fokus kami tahun ini untuk membiayai permodalan bagi UKM/Vendor Pendidikan, kami juga melihat minimnya permodalan bagi UKM/Vendor Pendidikan untuk pengadaan kebutuhan sekolah yang dipesan oleh lembaga pendidikan," kata Tommy.
Hingga saat ini, Pintek sudah bekerja sama dengan lebih dari 190 institusi pendidikan formal dan non-formal di seluruh Indonesia.
Baca Juga: Menggeliatnya pasar digital jadi pendorong melesatnya pendanaan startup Indonesia
Menurutnya, meningkatnya kebutuhan pendidikan akan pembelajaran pada masa pandemi ini, mendorong murid, lembaga pendidikan untuk beradaptasi terhadap pembelajaran jarak-jauh. Hal ini tentunya menyebabkan adanya kebutuhan tambahan bagi lembaga pendidikan untuk menyiapkan kualitas pembelajaran jarak-jauh yang baik didukung oleh teknologi.
"Namun kondisi yang terlihat saat ini belum memadainya infrastruktur yang dimiliki sekolah-sekolah kita dalam menghadapi pandemi. PJJ adalah momok besar pelaku sektor pendidikan kita untuk tetap memberikan kualitas pendidikan yang sama untuk siswa-siswinya. Pintek menjadi jembatan untuk para vendor pendidikan dan sekolah untuk memenuhi kebutuhan pendidikan kita pasca-pandemi ini," ungkap Tommy.
Ia mengatakan, dengan adanya tantangan dari pandemi, Pintek diharapkan akan semakin berkembang lagi melihat adanya peluang-peluang di masa ini dan di kemudian hari sehingga kesempatan masih terbuka luas untuk Pintek.
Oleh karena itu, perusahaan menyiapkan strategi dengan memberikan penawaran yang sesuai kebutuhan intitusi pendidikan serta penunjang pendidikan melalui produk pendanaan dengan skema yang fleksibel, aman, transparan dan terjangkau.
Selain itu, menggandeng para pemangku kepentingan di sektor pendidikan untuk bersama-sama menjadi solusi bagi sektor pendidikan di masa pandemi ini, juga memonitor pengelolaan resiko secara ketat untuk menjaga kepercayaan dari para pemberi pinjaman.
Selanjutnya: OJK: Jumlah penyelenggara fintech lending berkurang karena persoalan permodalan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News