kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Fenomena Resesi Seks di Jepang Makin Parah, Sekolah Banyak yang Tutup


Sabtu, 08 April 2023 / 06:30 WIB
Fenomena Resesi Seks di Jepang Makin Parah, Sekolah Banyak yang Tutup

Reporter: Barratut Taqiyyah Rafie | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

Melansir Daily Star, di tahun 2020-an, kebebasan seksual saat ini menjadi hal yang tidak terbayangkan oleh orang-orang 100 tahun yang lalu.

Namun, yang mengejutkan, semakin banyak orang yang berpaling dari seks.

Resesi seks ini menjadi fenomena dunia. Akan tetapi Jepang, secara khusus, tampaknya menunjukkan jalan menuju masa depan tanpa seks.

Data yang dihimpun Daily Star pada Januari 2000 menunjukkan, 10% pria Jepang masih perjaka di usia 30-an. Runtuhnya dorongan seks di negara itu juga berdampak pada angka kelahiran, dengan anak menjadi semakin langka.

Tidak ada yang yakin mengapa Jepang memimpin dunia dalam tren yang mengkhawatirkan ini. Jam kerja yang panjang terkadang disalahkan. Pun demikian dengan meningkatnya popularitas internet.

Banyak komentator menunjuk munculnya robot sebagai penyebab. Orang Jepang adalah produsen robot terbesar di dunia, dan pengguna robot terbesar di dunia.

Baca Juga: Warren Buffett Bilang Pasar Bullish seperti Seks, Apa Maksudnya?

Dengan 300 robot untuk setiap 10.000 orang, orang Jepang semakin nyaman bekerja bersama robot dan relaksasi menyebar dari tempat kerja. Robot seks, mitra holografik, dan pendamping digital lebih populer di Jepang daripada di wilayah lain mana pun.

Kini, Jepang mengalami krisis populasi muda. Mengutip The Guardian, lingkungan Sugamo di Tokyo telah lama menjadi kiblat bagi anggota populasi ibu kota yang lebih tua. Tetapi demografi miring Jepang menunjukkan bahwa, dalam beberapa dekade mendatang, kota semacam ini akan terus bermunculan. 

Ini adalah gambaran sekilas masa depan Jepang di mana banyak populasi orang tua dan berpenduduk lebih sedikit. Dampaknya tidak main-main, yakni tenaga kerja yang berkurang dan ekonomi yang menyusut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

×