Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Handoyo .
Dihubungi terpisah, Corporate Secretary PT Darma Henwa Tbk (DEWA) Mukson Arif Rosyidi menyambut lebih optimistis MoU APBI dan CCTDA tersebut. Menurutnya, kesepakatan ini bahkan telah direspon positif oleh pasar.
"Hal ini direspon dengan baik oleh pasar maupun pelaku pertambangan batubara setelah adanya pandemi yang ditandai terkontraksinya ekonomi di kuartal kedua dan ketiga 2020," ungkap Mukson.
Dengan begitu, DEWA optimistis peningkatan volume produksi di tahun 2021 lebih potensial dibanding tahun ini. Kondisi itu ditandai dengan adanya Production Request Notice (PRN) dari klien serta peluang akan diraihnya kontrak-kontrak baru, baik untuk jasa pertambangan batubara maupun non-batubara.
"Oleh karena itu, keikutsertaan Perseroan dalam berbagai tender penyediaan jasa pertambangan dirasa langkah yang tepat untuk dapat merealisasikan rencana produksi di 2021," ungkap Mukson.
Sebagai informasi pada Rabu (25/11) pekan lalu, Indonesia dan China melalui APBI dengan CCTDA meneken MoU pembelian batubara. Direktur Eksekutif APBI Hendra Sinadia mengungkapkan, kesepakatan ini akan meningkatkan volume perdagangan. Harapannya, ekspor batubara Indonesia ke China tahun depan bisa menyentuh 200 juta ton.
Merujuk pada data tahun lalu, China menjadi pasar paling dominan untuk ekspor batubara Indonesia dengan porsi 33% dari keseluruhan volume ekspor. Jumlahnya berada di level 140-an juta ton. Namun, untuk mencapai target ekspor 200 juta ton ke China pada tahun depan, hal itu masih akan tergantung pada kesepakatan masing-masing perusahaan secara Business to Business (B to B).
"Kita berharap menyentuh itu, tapi tidak otomatis 200 juta ton. Tentu nanti akan B to B, tergantung kontrak, pasar dan kebijakan kuota impor dari pemerintah Tiongkok," kata Hendra kepada Kontan.co.id, Rabu (2/12).
Baca Juga: Cegah Covid-19 di lingkungan kerja, berikut strategi emiten tambang batubara
Adapun, kesepakatan tersebut berlaku dengan jangka waktu tiga tahun dengan kuantitas target yang dapat ditinjau setiap tahun. Dalam penandatangan MoU tersebut, hadir anggota APBI yang menjadi eksportir batubara ke China, yaitu Adaro, Bukit Asam, Kideco, Indo Tambangraya Megah, Multi Harapan Utama, Berau dan Toba Bara. Kesepakatan yang diraih bernilai US$ 1,46 miliar atau sekitar Rp 20,6 triliun.
Hendra menekankan, nilai riil dari ekspor tersebut akan bergantung pada harga pasar dan kesepakatan kontrak. Yang pasti, itu bukan lah nilai keseluhan ekspor batubara Indonesia ke China.
MoU tersebut juga memfasilitasi perusahaan lainnya, bahkan non member APBI untuk bisa meningkatkan ekspor batubara ke China. "Jadi MoU ini kan diplomasi, kita berkirim sinyal, nanti ujungnya ditindak lanjuti B to B. Kita memberikan sentimen psoitif, bahwa peluang pasar China masih terbuka," pungkas Hendra.
Sebagai informasi, berdasarkan data Kepabeanan Tiongkok, total ekspor batubara Indonesia ke Tiongkok, khususnya untuk produk HS 2702, HS 2701 dan HS 2704 periode Januari – September 2020 mencapai US$ 4,9 miliar. Angka itu turun dibandingkan dengan total ekspor tahun 2019 dalam periode yang sama, sebesar US$ 5,8 miliar.
Selanjutnya: China borong batubara Indonesia, anak usaha MMS Group jadi salah satu eksportir
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News