kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45936,02   -27,70   -2.87%
  • EMAS1.321.000 0,46%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ekonomi China Dirundung Masalah Pelik, Apa Saja Penyebabnya?


Kamis, 06 Oktober 2022 / 10:56 WIB
Ekonomi China Dirundung Masalah Pelik, Apa Saja Penyebabnya?
ILUSTRASI. China dilanda masalah ekonomi yang parah. Salah satu indikasinya adalah pertumbuhan ekonomi terhenti. REUTERS/Thomas White

Reporter: Barratut Taqiyyah Rafie | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - NEW YORK. China dilanda masalah ekonomi yang parah. Pertumbuhan terhenti, pengangguran kaum muda mencapai rekor tertinggi, pasar perumahan runtuh, dan perusahaan berjuang untuk tetap berproduksi.

Melansir CNN, ekonomi terbesar kedua di dunia itu sedang bergulat dengan dampak kekeringan parah. Tidak hanya itu, sektor real estate yang luas menderita akibat dari penumpukan utang yang terlalu banyak. 

Situasinya semakin memburuk setelah Beijing menerapkan kebijakan nol-Covid yang kaku. Bahkan tidak ada tanda-tanda kebijakan tersebut bakal berubah tahun ini.

Secara nasional, setidaknya 74 kota telah mengalami penguncian sejak akhir Agustus. Menurut perhitungan CNN berdasarkan statistik pemerintah, kondisi itu mempengaruhi lebih dari 313 juta penduduk. 

Goldman Sachs pekan lalu memperkirakan bahwa kota-kota yang terkena dampak penguncian menyumbang 35% dari produk domestik bruto (PDB) China.

Pembatasan terbaru menunjukkan sikap tanpa kompromi China untuk membasmi virus dengan langkah-langkah kontrol yang paling ketat, meskipun ada dampak besar dari kebijakan tersebut.

Baca Juga: Bahlil Sebut Ekonomi Global Gelap, Ingatkan Semua Pihak untuk Waspada

"Beijing tampaknya bersedia menanggung biaya ekonomi dan sosial yang berasal dari kebijakan nol-Covid karena alternatifnya - infeksi yang meluas bersama dengan rawat inap dan kematian yang sesuai - merupakan ancaman yang lebih besar bagi legitimasi pemerintah," kata Craig Singleton, rekan senior China di Foundation for Defense of Democracies, sebuah think tank yang berbasis di Washington DC.

Bagi pemimpin China Xi Jinping, mempertahankan legitimasi itu lebih penting dari sebelumnya. Apalagi saat ini Xi tengah berusaha agar terpilih untuk masa jabatan ketiga yang belum pernah terjadi sebelumnya saat Partai Komunis menggelar kongres terpentingnya dalam satu dekade bulan depan.

“Pergeseran kebijakan besar sebelum kongres partai tampaknya tidak mungkin, meskipun kita dapat melihat pelunakan dalam kebijakan tertentu pada awal 2023 setelah masa depan politik Xi Jinping terjamin,” kata Singleton.

Sementara itu, mengutip BBC, China mungkin tidak sedang berjuang melawan inflasi yang tajam seperti AS dan Inggris. Akan tetapi, ekonomi China memiliki masalah lain. Ketegangan perdagangan antara China dan ekonomi utama seperti AS juga menghambat pertumbuhan.

Yuan berada di jalur pelemahan terburuk dalam beberapa dekade karena nilai tukarnya anjlok terhadap dolar AS. Mata uang yang lemah menakuti investor, memicu ketidakpastian di pasar keuangan. Ini juga mempersulit bank sentral untuk memompa uang ke dalam perekonomian.

Berikut adalah lima penyebab mengapa perekonomian China tengah mengalami masalah pelik seperti yang dilansir Kontan dari BBC:

Baca Juga: China & Rusia Menentang Pertemuan DK PBB Terkait Korea Utara yang Diusulkan AS

1. Zero Covid mendatangkan malapetaka

Wabah Covid di beberapa kota, termasuk pusat manufaktur seperti Shenzhen dan Tianjin, telah mengganggu aktivitas ekonomi di berbagai industri.

Orang-orang juga tidak menghabiskan uang untuk hal-hal seperti makanan dan minuman, ritel atau pariwisata, menempatkan layanan utama di bawah tekanan.

Para ahli sepakat bahwa Beijing dapat berbuat lebih banyak untuk merangsang ekonomi, tetapi hanya ada sedikit alasan untuk melakukannya sampai nol Covid berakhir.

"Tidak ada gunanya memompa uang ke dalam ekonomi kita jika bisnis tidak dapat berkembang atau orang tidak dapat membelanjakan uangnya," kata Louis Kuijs, kepala ekonom Asia di S&P Global Ratings.

2. Pasar properti China tengah mengalami krisis

Lemahnya aktivitas real estate dan sentimen negatif di sektor perumahan tidak diragukan lagi memperlambat pertumbuhan.

Kondisi ini telah memukul ekonomi China dengan keras karena properti dan industri lain yang berkontribusi terhadapnya menyumbang hingga sepertiga dari Produk Domestik Bruto (PDB) China.

"Ketika kepercayaan lemah di pasar perumahan, itu membuat orang merasa tidak yakin tentang situasi ekonomi secara keseluruhan," kata Kuijs.

Baca Juga: Kinerja Saham di China Terpuruk, Investor Makin Melirik India

3. Perubahan iklim memperburuk keadaan

Cuaca ekstrem mulai berdampak jangka panjang pada industri China.

Gelombang panas yang parah, diikuti oleh kekeringan, melanda provinsi barat daya Sichuan dan kota Chongqing di sabuk tengah pada bulan Agustus.

Ketika permintaan akan kebutuhan AC melonjak, hal itu membanjiri jaringan listrik di wilayah yang hampir seluruhnya bergantung pada tenaga air.

Pabrik-pabrik, termasuk produsen besar seperti pembuat iPhone Foxconn dan Tesla, terpaksa memangkas jam kerja atau menutup total pabriknya.

Biro Statistik China mengatakan pada bulan Agustus bahwa keuntungan di industri besi dan baja saja turun lebih dari 80% dalam tujuh bulan pertama tahun 2022, dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.

Baca Juga: Saham Sektor Properti China Menguat Terlecut Seruan Regulator Keuangan

4. Beijing tidak melakukan cukup kebijakan untuk ekonominya

Pada bulan Agustus, Beijing telah mengumumkan kebijakan mengenai rencana senilai 1 triliun yuan (US$ 203 miliar) untuk meningkatkan usaha kecil, infrastruktur dan real estat.

Akan tetapi, hal itu dinilai tidak cukup. Para pejabat dapat berbuat lebih banyak untuk memicu pengeluaran demi memenuhi target pertumbuhan dan menciptakan lapangan kerja.

Hal ini termasuk lebih banyak investasi di infrastruktur, meringankan persyaratan pinjaman untuk pembeli rumah, pengembang properti dan pemerintah daerah, dan keringanan pajak untuk rumah tangga.

"Respon pemerintah terhadap pelemahan ekonomi cukup sederhana dibandingkan dengan apa yang telah kita lihat selama serangan pelemahan ekonomi sebelumnya," kata Kuijs.

5. Raksasa teknologi China kehilangan investor

Tindakan keras regulasi terhadap raksasa teknologi China - yang telah berlangsung dua tahun - tidak membantu.

Tencent dan Alibaba melaporkan penurunan pendapatan pertama mereka di kuartal terakhir. Laba Tencent turun 50%, sementara laba bersih Alibaba turun setengahnya.

Investor juga merasakan pergeseran di Beijing di mana beberapa perusahaan swasta paling sukses di China telah mendapat sorotan yang lebih besar ketika cengkeraman Xi pada kekuasaan tumbuh.

Softbank Jepang menarik sejumlah besar uang tunai dari Alibaba, sementara Berkshire Hathaway dari Warren Buffet menjual sahamnya di pembuat kendaraan listrik BYD. Tencent telah menarik investasi senilai lebih dari US$ 7 miliar pada paruh kedua tahun ini saja.

Dan AS menindak perusahaan China yang terdaftar di pasar saham Amerika.

"Beberapa keputusan investasi sedang ditunda, dan beberapa perusahaan asing berusaha untuk memperluas produksi di negara lain," kata S&P Global Ratings dalam catatan baru-baru ini.

Dunia menjadi terbiasa dengan kenyataan bahwa Beijing mungkin tidak terbuka untuk bisnis seperti dulu. Akan tetapi Xi mempertaruhkan keberhasilan ekonomi yang telah mendukung China dalam beberapa dekade terakhir.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet Using Psychology-Based Sales Tactic to Increase Omzet

×