Reporter: Bidara Pink | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Para ekonom menyarankan Bank Indonesia (BI) untuk melakukan stress test dalam rangka mengantisipasi efek normalisasi kebijakan moneter (tapering off) The Federal Reserve (The Fed).
Apalagi, bank sentral Amerika Serikat (AS) tersebut sudah melempar sinyal relaksasi segera usai pada akhir tahun dalam simposium Jackson Hole Wyoming Jumat (27/8) lalu waktu setempat.
Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman mengatakan, stress test yang dilakukan oleh BI ini merupakan langkah tepat, yaitu sebagai respon preemptive untuk melakukan mitigasi dari dampak negatif.
“Dari ketidakpastian, baik seputar pandemi dan tapering off, pada stabilitas pasar keuangan. Lebih cepat lebih baik (untuk mengadakan stress test),” ujar Faisal kepada Kontan.co.id, Minggu (29/8).
Baca Juga: Rupiah berpotensi tertekan setelah The Fed berkomentar hawkish
Faisal menambahkan, adanya stress test ini akan membuat BI mungkin memformulasikan kebijakan yang tepat dan sesuai dalam menahan risiko flight to quality, atau pencarian aset-aset yang baik yang memberi risko kaburnya investor dari pasar keuangan dalam negeri.
Senada, Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mendesak, BI untuk segera menggelar stress test untuk melihat ketahanan sektor keuangan, khususnya perbankan, dalam menghadapi tapering off ini.
Selain berguna bagi bank sentral dalam memformulasi strategi yang tepat, stress test juga menjaga bank yang menghadapi tekanan akibat tapering off bisa mendapat penanganan tersendiri.
“Langkah BI melakukan stress test justru akan menambah kepercayaan pelaku pasar, karena sinyal bahwa BI mempesiapkan antisipasi perubahan stance moneter bank sentral di negara-negara maju,” kata Bhima.
Memang, dalam stress test yang dilakukan ini biasanya terdapat beberapa skenario dan perubahan variabel yang cukup signifikan.
Namun, ini bisa mempersiapkan perbankan terkait kondisi likuiditasnya, risiko kreditnya, hingga risiko transmisi dari pasar keuangan global jika tapering off tahun ini seperti taper tantrum tahun 2013.
Lebih lanjut, selain stress test, Bhima berharap BI bisa melakukan langkah antisipasi secara paralel. Misalnya, terkait tekanan ke kurs rupiah yang melemah cukup dalam, maka BI disarankan segera melakukan intervensi dengan menambah pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder.
Bhima juga menyarankan, pembelian SBN di pasar perdana oleh BI juga harus terukur. Terlebih, BI melanjutkan skema pembelian SBN secara langsung (private placement) untuk menambal defisit APBN di tahun 2022. Ini akan menyedot neraca BI.
Dan bila mendesak, BI juga bisa menaikkan suku bunga acuan. Namun, Bhima khawatir pilihan ini juga bisa menambah risiko baru, yaitu menghambat pemulihan ekonomi. Karena bunga acuan yang naik bisa meningkatkan bunga pinjaman yang diperlukan pelaku usaha.
Baca Juga: Hasil simposium Jackson Hole: The Fed tetap lakukan tapering off di tahun ini
Hanya, bila memang terpaksa bank sentral menaikkan suku bunga acuan, maka BI dan pemerintah perlu memberikan kompensasi berupa stimulus yang lebih jumbo pada dunia usaha, khususnya ke UMKM.
Sebelum para ekonom menyarankan stress test, Kepala Badan Anggaran DPR RI Said Abdullah menyarankan hal serupa. Said bilang, BI perlu melakukan simulasi stress test, terutama seberapa besar dampak tapering off terhadap arus modal keluar (capital outflow) dan kepada rupiah serta Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
Menanggapi hal ini, Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti mengatakan pihaknya memang berencana menggelar stress test. Namun, hingga saat ini, saat dihubungi Kontan.co.id, BI masih belum memberi jawaban terkait detil pelaksanaan rencana stress test tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News