kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,52%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Dominasi merger dan akuisisi, penetrasi sektor telekomunikasi dan digital masih lebar


Selasa, 24 Agustus 2021 / 10:40 WIB
Dominasi merger dan akuisisi, penetrasi sektor telekomunikasi dan digital masih lebar

Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Industri telekomunikasi dan digital semakin kompetitif dengan sejumlah penetrasi pasar. Maraknya aksi korporasi berupa merger dan akuisisi (M&A) membuat industri ini semakin semarak.

Pandemi virus corona (Covid-19) tak menyumbat aksi M&A yang ramai terjadi dari sisi hulu hingga hilir. Mulai dari bisnis menara telekomunikasi, operator selular, penyedia layanan internet hingga ke platform digital.

Peneliti Center of Innovation and Digital Economy Indef Nailul Huda mengatakan, industri telekomunikasi dan digital merupakan sektor yang saling membutuhkan dukungan ekosistem yang kuat. Hal itu penting untuk membuat biaya yang efisien serta jangkauan layanan yang lebih luas.

Merger dan akuisisi merupakan strategi untuk mencapai efisiensi dan pembentukan ekosistem tersebut.

"Makanya mereka sangat getol mengembangkan sistem dan ekosistemnya untuk bisa lebih efisien lagi. Selain itu, jangkauan pengguna jasanya pun bisa dibilang akan lebih luas ketika ekosistemnya berkembang," kata Huda kepada Kontan.co.id, Senin (23/8).

Baca Juga: Masih semarak, ada 108 notifikasi terkait merger dan akuisisi yang terdaftar di KPPU

Apalagi di tengah pandemi Covid-19, industri telekomunikasi dan digital semakin naik daun. Aksi M&A dinilai bisa lebih menguntungkan dengan potensi naiknya valuasi perusahaan. Terlebih, prospek sektor telekomunikasi dan digital yang ke depannya akan terus berkembang.

"Terutama untuk perusahaan digital yang semakin menjamur maka peluang untuk merger atau akuisisi semakin besar, khususnya perusahaan digital yang masih mengembangkan ekosistemnya," ungkap Huda.

Sementara itu, Founder IndoTelko Forum Doni Ismanto Darwin melihat, aksi M&A juga bisa dipandang dari sisi penyelamatan bisnis maupun upaya untuk memperbesar pasar secara cepat.

"Sektor telekomunikasi menjanjikan untuk melakukan M&A karena pertumbuhannya terlihat positif. Saya rasa ke depan akan terus terjadi konsolidasi, baik itu pemain digital (aplikasi) atau pemain infrastruktur," ungkapnya.

Dengan semakin kompetitifnya pasar industri telekomunikasi dan digital di Indonesia, Doni berharap kondisi ini akan berdampak baik bagi masyarakat. Dengan begitu, pengguna akan mendapatkan efek positif dari sisi harga maupun kualitas layanan.

Sekadar mengingatkan, di sektor telekomunikasi dan digital, transaksi M&A yang paling menyita perhatian publik tentu merger antara Gojek dan Tokopedia menjadi GoTo, pada pertengahan Mei 2021 lalu.

Merger platform layanan on-demand dan pembayaran serta perusahaan teknologi marketplace tersebut disebut-sebut menjadi salah satu kolaborasi terbesar antara dua perusahaan berbasis layanan digital di Asia.

Masih di segmen telekomunikasi, ada rencana merger antara PT Indosat Tbk (ISAT) atau Indosat Ooredoo dengan Hutchison 3 Indonesia (Tri). Transaksi ini telah mundur beberapa kali, yang terakhir periode eksklusivitas MoU diperpanjang hingga 23 September 2021.

Baca Juga: Begini penyerapan belanja modal emiten telko di semester pertama

Selanjutnya, ada PT XL Axiata Tbk (EXCL) dan Axiata Group Berhad yang diinformasikan akan menjadi pengendali baru PT Link Net Tbk (LINK). Hal itu terjadi setelah EXCL dan Axiata mengakuisisi 1,82 miliar saham atau setara 66,03% modal disetor Link Net.

Ada juga Anthoni Salim (Salim Grup) yang memperluas penetrasi ke bisnis teknologi dengan menambah kepemilikan sahamnya dari 3,03% menjadi 11,12% di PT DCI Indonesia Tbk (DCII), perusahaan yang bergerak di bidang usaha teknologi dan pusat data.

Dari segmen infrastruktur telekomunikasi, ada akuisisi sekitar 3.000 menara PT Inti Bangun Sejahtera Tbk (IBST) oleh PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG). Transaksi dengan nilai sekitar Rp 3,97 triliun tersebut rampung pada 7 April 2021.

Adapun, Direktur Keuangan TBIG Helmy Yusman Santoso bilang, setelah proses akuisisi menara tersebut selesai, pihaknya masih belum melihat adanya peluang akuisisi lanjutan. Namun jika ada peluang, TBIG masih terbuka untuk melakukan penjajakan.

Yang pasti, akuisisi tersebut tidak mengendurkan TBIG untuk melanjutkan ekspansi. Langkah itu digelar dengan pembangunan menara dan penambahan tenant secara organik.

"Setelah akuisisi menara IBST kami belum ada peluang untuk akuisisi lagi. Tapi kalau ada pasti kami jajaki," ujar dia saat dihubungi Kontan.co.id, Senin (23/8).

 

Terkait maraknya aksi M&A ini, Ketua Umum Asosiasi E-commerce Indonesia (IdEA) Bima Laga menilai, sektor e-commerce di Indonesia diproyeksi masih akan mengalami pertumbuhan yang signifikan ke depannya. Dengan prospek bisnis dan pasar yang cerah itu, aksi M&A masih berpeluang untuk berlanjut.

Bima berharap, langkah strategis yang sedang direncanakan para pelaku industri e-commerce dapat memberi dampak positif bagi ekonomi Indonesia. "Apapun masih mungkin terjadi mengingat sektor ini memang sangat dinamis pergerakannya. Belum lagi pasar digital Indonesia juga masih sangat besar dan membutuhkan kematangan strategi untuk bisa menggarapnya," tutup Bima.

Selanjutnya: Golden Energy Mines (GEMS) bukukan pendapatan US$ 733,59 juta pada semester I

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

×