kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

BUMN berupaya meningkatkan permodalan untuk pengembangan usaha


Selasa, 23 Maret 2021 / 11:20 WIB
BUMN berupaya meningkatkan permodalan untuk pengembangan usaha

Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tengah berupaya meningkatkan permodalan untuk pengembangan usaha. Sejumlah subholding BUMN atau anak usaha perusahaan plat merah sedang mengkaji opsi pendanaan, termasuk melalui bursa saham.

Wakil Menteri I BUMN Pahala Mansury mengamini, penawaran saham alias Initial Public Offering (IPO) menjadi salah satu opsi yang tengah dikaji. Selain IPO, Sovereign Wealth Fund (SWF) melalui Lembaga Pengelola Investasi (LPI) atau Indonesia Investment Authority (INA) juga menjadi pilihan yang sedang dipertimbangkan.

"Upaya peningkatan permodalan anak usaha dan subholding BUMN sejalan dengan pengembangan usaha. Bisa dilakukan melalui IPO ataupun melalui INA/LPI," kata Pahala kepada Kontan.co.id, Senin (22/3).

Dia pun menyebutkan beberapa BUMN yang ada dalam pipeline untuk mencari pendanaan melalui IPO atau lewat INA/LPI. Pertama, subholding Pertamina, termasuk pengembangan aset-aset geotermal (panas bumi). Kedua, anak usaha dari Krakatau Steel.

Baca Juga: Ada SWF, ekonom INDEF ingatkan akan hal ini

Perusahaan ketiga yang sedang mengkaji opsi pendanaan adalah Pupuk Kaltim. Sebagai informasi, anggota dari Pupuk Indonesia grup ini memang membutuhkan dana jumbo, hingga US$ 2,5 miliar atau sekitar Rp 35,9 triliun untuk melakukan ekspansi bisnis lewat beberapa proyek strategis dalam lima tahun ke depan. "Kami juga sedang melihat kemungkinan Kimia Farma untuk memperkuat struktur permodalan," sebut Pahala.

Sayangnya dia masih belum membeberkan BUMN mana saja yang akan jadi melantai di bursa (IPO), dan mana saja yang akan mencari dana lewat INA-LPI. Pahala pun belum menjelaskan detail tahapan atau progres pembahasan terkait opsi-opsi tersebut. "IPO atau sumber pendanaan melalui LPI/INA," imbuhnya.

Selain anak perusahaan BUMN yang disebutkan di atas, sejauh ini ada sejumlah anak perusahaan plat merah lain yang dikabarkan akan melakukan IPO. Sebut saja PT Wika Realty yang dikabarkan bakal IPO setelah menjadi induk BUMN perhotelan, serta PT Wika Bitumen sebagai anak usaha di bisnis downstrem dan produsen aspal.

Analis Binaartha Sekuritas Nafan Aji menilai IPO anak usaha BUMN akan prospektif untuk diminati pasar. Apalagi, anak usaha BUMN yang dikabarkan bakal IPO memiliki berbagai segmen usaha, seperti energi yang berbasis terbarukan (EBT), konstruksi, properti, hingga manufaktur.

Asalkan, harga yang ditawarkan bisa menarik minat para investor lokal atau tidak terlalu mahal (over value). "Harapan dari para pelaku investor jangan over value, karena ada juga yang membeli saham setelah IPO. Nanti akan naik, tapi emiten harus berkomitmen dalam ekspansi bisnis untuk meningkatkan kinerja fundamentalnya," ungkap Nafan.

Sebagai grup dari perusahaan negara, anak usaha BUMN yang akan IPO juga bisa memiliki nilai lebih dengan tingkat kepercayaan investor. "Yang penting BUMN itu berkomitmen dalam penerapan transparansi dan dalam menjalankan tata kelola bisnis secara good corporate governance," sambung Nafan.

Dihubungi terpisah, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abra P. G. Talattov memberikan sejumlah catatan terkait rencana IPO anak usaha BUMN maupun pencarian dana lewat SWF-INA. Secara jangka pendek, pendanaan lewat IPO atau SWF memang akan mendatangkan fresh money untuk operasional atau ekspansi.

Namun, kata Abra, harus dilihat apakah anak usaha BUMN tersebut merupakan sumber pendapatan utama atau revenue stream bagi induk, atau tidak. Secara jangka menengah dan jangka panjang, patut dipertimbangkan dampak dari IPO atau SWF-INA tersebut terhadap keberlanjutan perusahaan, induk usaha (holding) maupun kontribusi dividen terhadap negara yang bisa berkurang.

"Salah satu indikator yang harus dilihat (dari IPO dan SWF) adalah konsekuensi terhadap keberlanjutan usaha secara konsolidasi, serta dividen yang akan disetorkan BUMN kepada negara," sebut Abra kepada Kontan.co.id, Senin (22/3).

Dia juga menilai bahwa rencana IPO atau SWF ini juga harus mempertimbangkan target kontribusi BUMN dari sisi aset dan laba bersih terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

Mengenai SWF, Abra menjelaskan bahwa prinsip dasarnya tetap memberikan return yang positif bagi para investor. Artinya, BUMN atau anak usaha yang ada di SWF harus bisa menghasilkan laba. Padahal, ada beberapa kondisi yang bisa mengakibatkan BUMN merugi atau tergerus labanya, misalnya ketika beban yang tinggi saat menjalankan fungsi PSO atau penugasan pemerintah.

"Rekam jejaknya, profitnya tertekan. Kalau BUMN itu hasilnya tidak sesuai dengan target, seperti apa nanti konsekuensinya untuk bisa memberikan return yang baik pada investor di SWF? Kalau nanti rugi, apakah nanti ujung-ujungnya disuntikkan PMN (Penyertaan Modal Negara) lagi?," pungkas Abra.

Selanjutnya: Tertekan tahun lalu, simak proyeksi outlook industri semen tahun ini

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

×