kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

BPJS Watch nilai pekerja informal terdampak pandemi berhak dapatkan BSU


Kamis, 05 Agustus 2021 / 07:05 WIB
 BPJS Watch nilai pekerja informal terdampak pandemi berhak dapatkan BSU

Reporter: Ratih Waseso | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Koordinator Advokasi Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) Watch Timboel Siregar menilai, Pemerintah mengeluarkan kebijakan program Bantuan Subsidi Upah (BSU) yang hanya dikhususkan untuk pekerja formal.

Sementara itu, segmen kepesertaan yang ada di BPJS Ketenagakerjaan terdapat segmen pekerja bukan penerima upah atau pekerja informal, pekerja migran Indonesia (PMI), dan pekerja jasa konstruksi (Jakon).

"Saya kira hampir semua pekerja terdampak pandemi Covid-19 ini, termasuk pekerja informal, PMI, dan Jakon. Kita bisa saksikan dengan kasat mata bagaimana pekerja ojek online, baik yang belum maupun yang sudah menjadi peserta di BPJS Ketenagakerjaan, yang dikategorikan sebagai pekerja informal, sangat terdampak akibat PPKM Darurat ini, namun tidak menjadi sasaran BSU," jelas Timboel dalam keterangan resmi, Rabu (4/8).

Termasuk juga juga pekerja informal lainnya, seperti penjaga toko di mall-mall yang memang tidak bisa bekerja karena ketentuan PPKM berlevel, juga terdampak namun tidak mendapatkan BSU. Demikian juga para PMI yang pulang dari luar negeri karena terdampak pandemi Covid-19.

Baca Juga: Pemerintah sebut perlindungan sosial telah mencakup 59 persen keluarga di Indonesia

Namun, dalam aturan, pekerja formal yang diberikan BSU adalah pekerja dengan status aktif, dimana Timboel menyebut artinya pekerja tersebut masih membayar iuran karena masih mendapatkan upah.

"Kenapa yang dibantu justru yang masih mendapatkan upah, bukan membantu pekerja yang upahnya dipotong atau pekerja yang diPHK karena PPKM Darurat ini. Namanya “bantuan” seharusnya diberikan kepada yang benar-benar memerlukan bantuan, bukan pekerja formal yang masih dapat upah normal dari pemberi kerja malah mendapatkan BSU. Ini ketidakadilan kasat mata," ujarnya.

Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) diharapkan dapat mendata pekerja yang benar-benar terdampak sehingga BSU bisa tepat sasaran. Timboel menyarankan, Kemenaker dapat membuka pendaftaran bagi pekerja yang terdampak di masing-masing disnaker yang nanti akan diperiksa validitasnya.

"Saya kira tidak terlalu sulit mencari pekerja yang terdampak, bila memang Kemenaker dan dinas tenaga kerja (disnaker) Propinsi/Kabupaten/Kota mau datang dan berkomunikasi dengan perusahaan," kata Timboel.

Baca Juga: Ekonom Bank Permata menilai subsidi upah bisa bantu daya beli masyarakat

Melalui pendataan tersebut juga akan mendukung kualitas data di Sisnaker yang dikelola Kemenaker. Dimana dalam UU No. 7 tahun 1981 tentang Wajib Lapor Ketenagakerjaan, dapat menjadi sumber data bagi program BSU ini. Namun, Timboel mengatakan, Sisnaker dinilai tidak mampu menyediakan data untuk BSU.

"Sungguh ironis memang, sejak tahun 1981 sudah ada UU Wajib Lapor Ketenagakerjaan tetapi Kemenaker tidak punya data. Akhirnya yang dipakai adalah data BPJS Ketenagakerjaan, yang memang juga tidak 100% benar karena ada pemberi kerja yang mendaftarkan pekerjanya sebatas upah minimum padahal upah riilnya di atas upah minimum," ungkapnya.

Terkait dengan kriteria penerima BSU di Permenaker no. 16 Tahun 2021, Timboel menilai penentuan wilayah dalam Lampiran Permenaker tidak sesuai dengan fakta di lapangan. Dalam Pasal 3 ayat (2d) Permenaker No. 16 Tahun 2021 mensyaratkan pekerja yang dapat Bantuan Subsidi Upah (BSU) adalah yang bekerja di wilayah PPKM level 3 dan 4.

Baca Juga: Sri Mulyani akui gelombang kedua Covid-19 tekan kinerja perekonomian kuartal III 2021

Padahal, terdapat wilayah yang masuk kategori level 3 yang tidak terdaftar dalam Lampiran Permenaker. Misalnya wilayah yang mendapatkan BSU di Propinsi Sumatera Utara hanya Kota Medan dan Sibolga, sementara 22 daerah lainnya yang ditetapkan dalam PPKM Level 3 tidak masuk sebagai wilayah penerima BSU.

"Padahal daerah-daerah PPKM level 3 tersebut ada yang menjadi daerah basis industri dengan banyak pekerja seperti Deli Serdang dan Pematang Siantar," imbuhnya. Daerah lain yang masuk level 3 di Nusa Tenggara Barat juga tidak masuk dalam lampiran sebagai daerah penerima. Demikian juga Kota Bitung yang masuk level 4 di Sulawesi Utara pun tidak masuk sebagai daerah penerima BSU, padahal Bitung adalah daerah industry perikanan.

"Saya berharap isi Lampiran Permenaker tidak melanggar ketentuan Pasal 3 ayat (2d)-nya, dan oleh karena isi Lampiran tersebut harus segera direvisi sesuai kondisi riil yang ada, dan sebagai konsekuensinya anggaran BSU harus dinaikkan lagi sehingga benar-benar menjangkau seluruh wilayah PPKM level 4 dan 3," harapnya.

Selanjutnya: BPJS Ketenagakerjaan bersama IAPI ajak akuntan memahami pentingnya jaminan sosial

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

×