kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.508.000   10.000   0,67%
  • USD/IDR 15.930   -61,00   -0,38%
  • IDX 7.141   -39,42   -0,55%
  • KOMPAS100 1.095   -7,91   -0,72%
  • LQ45 866   -8,90   -1,02%
  • ISSI 220   0,44   0,20%
  • IDX30 443   -4,74   -1,06%
  • IDXHIDIV20 534   -3,94   -0,73%
  • IDX80 126   -0,93   -0,74%
  • IDXV30 134   -0,98   -0,72%
  • IDXQ30 148   -1,09   -0,73%

Bisnis ritel jadi salah satu sektor usaha yang terperosok paling dalam akibat pandemi


Selasa, 23 Maret 2021 / 08:30 WIB
Bisnis ritel jadi salah satu sektor usaha yang terperosok paling dalam akibat pandemi

Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bisnis ritel menjadi salah satu sektor usaha yang terperosok paling dalam akibat pandemi covid-19. Sejumlah perusahaan ritel pun mengalami kerugian, bahkan tak sedikit yang menutup usahanya.

Bagai sudah jatuh tertimpa tangga, ada juga peritel yang harus menghadapi gugatan pailit atau permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Pemulihan ekonomi dan vaksinasi covid-19 menjadi katalis positif yang kembali mengangkat bisnis ritel.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Nicholas Mandey mengamani hal tersebut. Namun, kondisi saat ini belum secara signifikan mendongkrak pemulihan industri ritel. "Secara kalkulasi kita masih minus. Lebih baik iya (awal tahun 2021 dibanding 2020), tapi belum recovery. Baru sebatas kontraksi positif, tapi hasilnya masih under perform," ungkap Roy kepada Kontan.co.id, Minggu (21/3).

Oleh sebab itu, Roy pun meminta pemerintah agar mempertimbangkan pemberian insentif terhadap pelaku usaha ritel, termasuk ritel modern. Insentif tersebut dapat berupa kucuran stimulus dari program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).

Menurut Roy, insentif yang diperlukan pelaku usaha antara lain dengan membantu merestrukturisasi kredit komersial pada bank. Lalu, pelaku ritel pun berharap adanya bantuan pemerintah berupa subsidi gaji, misalnya dengan mekanisme langsung kepada karyawan dengan subsidi gaji 50%.

"Apalagi untuk ritel yang kategorinya sudah sekarat, atau yang sudah menggunakan dana operasionalnya dari dana cadangan. Dana ekspansi sudah dipakai untuk operasional, dan itu sangat terbatas," ungkap Roy.

Baca Juga: Didominasi toko kelontong, pasar ritel India bernilai US$ 883 miliar di tahun lalu

Secara operasional, peritel juga meminta adanya bantuan dari pemerintah, misalnya dalam diskon biaya listrik. "Ritel harus tetap buka, berarti kan cashflow harus saling menutup lobang di sana sini. Akhirnya dana-dana ekspansi atau cadangan digunakan untuk mempertahankan operasional," imbuh Roy.

Tak hanya soal insentif, Roy pun meminta adanya prioritas vaksinasi terhadap para karyawan ritel. Hal itu dinilai penting lantaran interaksi di pusat perbelanjaan dan ritel juga tinggi dan terjadi setiap hari.

"Jangan dilihat karena (ritel) kelompok korporasi, jangan hanya ke sana. Tapi peritel juga kan terdampak, dan lihat juga interaksi dengan masyarakat tinggi, jadi juga perlu dilindungi dengan adanya kepastian vaksin," tandas Roy.

Dihubungi terpisah, Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Alphonzus Widjaja mengamini bahwa yang masih menjadi masalah bagi peritel adalah pendapatan yang berkurang sangat jauh dibandingkan kondisi normal, sehingga tidak bisa menutupi biaya operasional meski sudah berada pada tingkat yang paling efisien.

Pusat Perbelanjaan, sambungnya, mengharapkan bantuan dari pemerintah dalam bentuk yang dapat dimanfaatkan secara langsung. Sebab kondisi Pusat Perbelanjaan dapat dikatakan sudah tidak memiliki dana cadangan. "Bentuk bantuan secara langsung tersebut misalnya adalah bantuan atau subsidi untuk gaji pekerja," ungkap Alphonzus.



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

×