kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Begini curhatan dan harapan pelaku usaha hotel dan restoran di Jakarta akibat pandemi


Selasa, 06 Juli 2021 / 07:35 WIB
Begini curhatan dan harapan pelaku usaha hotel dan restoran di Jakarta akibat pandemi

Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Hotel dan restoran menjadi salah satu sektor usaha yang paling telak terpukul pandemi covid-19. Ketua Badan Pengurus Daerah Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia DKI Jakarta (BPD PHRI Jakarta) Sutrisno Iwantono menyampaikan, lonjakan kasus covid-19 yang diikuti Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat pada 3 Juli - 20 Juli 2021 membuat pelaku usaha semakin terjepit.

Pada masa PPKM darurat, dapat dipastikan tingkat keterhunian (okupansi) hotel akan anjlok. Sutrisno memberikan gambaran, rata-rata okupansi diperkirakan akan turun dari sekitar 20%-40% menjadi hanya 10%-15%. Terlebih, banyak terjadi pembatalan pesanan baik pemesanan kamar maupun untuk kegiatan yang sudah terjadwal.

Padahal, pada periode Januari-Mei 2021 secara umum terjadi pertumbuhan okupansi sekitar 20% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Meski kondisi Average Daily Rate (ADR) masih turun 29% secara tahunan, namun kondisi pada awal tahun 2021 cukup menunjukkan sinyal yang positif.

Baca Juga: Mengintip bisnis perhotelan di tengah lonjakan kasus Covid-19

Sayang, momentum pertumbuhan itu tak bertahan lama. "Sejak puasa, lebaran dan sekarang, mengalami penurunan yang cukup signifikan. Tentunya pemberlakuan PPKM darurat memberikan dampak signifikan terhadap hotel dan restoran," kata Sutrisno dalam konferensi pers virtual yang digelar Senin (5/7).

Tak hanya dari okupansi, penurunan pun terjadi dari sisi harga. Strategi penjualan yang tampak seperti perang harga ini pun membuat penurunan harga sebesar 29% secara tahunan pada periode Januari-Mei 2021. Parahnya, harga yang diperoleh tidak cukup untuk menutupi kebutuhan operasional dan beban usaha.

"Penurunan harga dalam kondisi ini menjadi tidak visible secara ekonomis. Sehingga membuat sulit untuk meng-cover biaya. Lalu penutupan mal juga menghentikan aktivitas bisnis restoran di sana," sambung Sutrisno.

Apalagi, penggunaan platform online juga belum bisa menjadi andalan untuk mendongkrak penjualan. Wakil Ketua Bidang Restoran di BPD PHRI DKI Jakarta Rully Rifai memberikan gambaran, program delivery atau take away baru bisa mencakup 15%-25% dari penjualan.

Menurut Rully, PPKM darurat ini tak ubahnya seperti lockdown bagi bisnis restoran, lantaran tidak bisa beroperasi. "Ini sangat berdampak buat restoran, apalagi untuk pembayaran sewa, listrik, pajak-pajak, sangat menyulitkan buat kami," ungkapnya.

Potensi PHK

Dengan kondisi seperti ini, Sutrisno Iwantono bilangm pengusaha dihadapkan pada pilihan yang sulit. Penghentian kegiatan operasional memaksa pelaku usaha mengambil langkah merumahkan karyawan untuk sementara. Pada gilirannya bukan tidak mungkin akan berujung pada Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

Sutrisno menerangkan, urusan ketenagakerjaan di bisnis hotel dan restoran masuk pada ketegori variable cost. Artinya, biaya yang dikeluarkan akan bertambah seiring dengan penjualan atau output yang dihasilkan, begitu juga sebaliknya.

Dengan penurunan okupansi dan penutupan restoran, maka tenaga kerja yang diperlukan pun akan berkurang. "Kalau jumlah kamar turun, pasti tenaga housekeeping akan turun. Demikian juga restoran, kalau tutup, bagaimana mau mempekerjakan orang?" kata Sutrisno.

Dia tidak merinci jumlah karyawan yang sementara ini dirumahkan, namun sebagai gambaran, pengurangan pekerja akan mengikuti persentase penurunan output atau okupansi. "Misalnya kalau turun dari 40% menjadi 20%, berarti 20% (penurunan karyawan). Kurang lebih seperti itu logikanya," terang Sutrisno.

Baca Juga: Kasus Covid-19 Melonjak Pesat, Ekonomi Terguncang Hebat

Adapun, jumlah tenaga kerja yang terserap pada sektor hotel dan restoran mencapai lebih dari 500.000 orang secara nasional. Untuk wilayah DKI Jakarta, jumlah tenaga kerja hotel dan restoran mencapai sekitar 100.000 orang.

Pada kesempatan yang sama, Wakil Ketua Bidang Hotel Bintang 2,3,4,5 BPD PHRI DKI Jakarta Faris Setiabudi mengaku pelaku usaha masih berupaya menghindari PHK. Sejumlah skema ketenagakerjaan ditempuh, mulai dari merumahkan untuk sementara waktu hingga penawaran unpaid leave atau cuti tidak dibayar. Masalahnya, belum ada kepastian sampai kapan pelaku usaha bisa bertahan.

"Kami lihat dulu potensinya berapa lama. Yang jelas kami kehilangan banyak bisnis yang telah dijanjikan semacam wedding. Kami mesti kembalikan yang DP, itu sulit, padahal uangnya sendiri sudah digunakan untuk pegawai. Ini menambah beban yang mana kami sudah berusaha survive selama 1,5 tahun," terang Faris.

Usulan Pelaku Usaha

Agar bisa bertahan, BPD PHRI Jakarta pun menyampaikan sejumlah usulan. Antara lain, pertama, meminta adanya stimulus berupa subsidi 30%-50% atas biaya listrik pada beban puncak dan pengurangan beban abonemen pemakaian minimum. Kedua, subsidi 30%-50% atas biaya penggunaan air tanah.

Ketiga, pengurangan beban pajak yang mencakup PB1, PPh, PPN, dan pajak lainnya melalui skema incentive atau cashback. Keempat, adanya keringanan atau subsidi biaya sewa dan service charge untuk restoran yang terkena imbas atas penutupan mall selama PPKM darurat.

Kelima, pembebasan perpanjangan perizinan yang jatuh tempo pada periode PPKM darurat. Dari sisi perizinan ini, Sutrisno Iwantono menyampaikan pihaknya mengusulkan untuk perpanjangan izin yang berkaitan dengan operasional hotel dan restoran dapat dilakukan moratorium atau dipermudah, serta biaya perpanjangan pada tahun ini bisa dihapuskan atau dikurangi.

Di bidang ketenagakerjaan, PHRI Jakarta berharap pemberlakuan unpaid leave, multi-tasking, serta pengalihan atas Perjanjian Tenaga Kerja Waktu tertentu menjadi Tenaga Kerja Harian (Casual), dapat didukung oleh Pemerintah. 

Selanjutnya, ada pemberian subsidi gaji karyawan hotel dan restoran yang terdampak selama PPKM darurat. Termasuk Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi karyawan yang dirumahkan. Tak kalah penting, adanya percepatan vaksinasi untuk karyawan dan dapat diperluas ke keluarga karyawan.

 

Selanjutnya: Sektor Jasa Masuk Incaran Aparat Pajak

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

×