kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Bank ramai-ramai gelar aksi korporasi jelang akhir tahun, ini kata analis


Sabtu, 07 November 2020 / 16:20 WIB
Bank ramai-ramai gelar aksi korporasi jelang akhir tahun, ini kata analis

Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tahun 2020 merupakan musim konsolidasi dan penambahan modal di industri perbankan. Tengok saja, ada enam bank yang melakukan penambahan modal lewat rights issue, privat placement dan penawaran umum perdana (Initial Public Offering/IPO) tahun ini. Ada dua akuisisi yang sudah rampung dan dua lagi tengah dalam proses. 

Kabar teranyar datang dari PT Bank Nationalnobu Tbk (NOBU). Perusahaan ritel fashion Grup Lippo, PT Matahari Department Store Tbk (LPPF) akan membeli 728 juta saham bank ini atau setara 16,4% dari nilai modal disetor NOBU. Nilai transaksi mencapai Rp 549,64 miliar.

Akuisisi akan dilakukan dalam tiga tahap. Pertama, pada 4 November 2020 dengan membeli 265 juta saham senilai Rp755 per lembar senilai Rp 302 miliar. Kedua, akan membeli 199 juta saham pada 11 November dengan nominal Rp196,3 miliar. Ketiga, akan membeli 198,3 juta saham senilai Rp 51,34 miliar pada 28 Desember 2020.

Baca Juga: Begini cara SVP Bank Mandiri mencegah penyebaran Covid-19 di dalam rumah

Manajemen LPPF menjelaskan pembelian saham tersebut dilakukan karena saat ini terdapat tren berkelanjutan menuju ekosistem konsumen. Konsumen lebih suka memiliki pengalaman berbelanja satu pintu di lingkungan omnichannel. "Didorong oleh digital, kebutuhan bank dan pengecer besar saling mendukung. Konvergensi kebutuhan mengarah pada tren yang lebih besar menuju aliansi dan kemitraan. Ritel fisik perlu lebih digital." tulis manajemen LPPF dalam keterbukaan informasinya, Kamis (5/11).

Sebelumnya, PT Bank Harda International Tbk juga mengumumkan akan diambilalih oleh PT Mega Corpora, milik pengusaha Chairul Tanjung (CT). Mega Corpora akan mengakuisisi

3,06 miliar saham atau 73,71% dari modal ditempatkan dan disetor penuh di Bank Harda milik PT Hakimputra Perkasa. Akuisisi itu ditujukan untuk menambah permodalan Bank Harda agar bisa memenuhi ketentuan regulator jadi Bank Umum Kegiatan Usaha (BUKU) II akhir tahun ini. Modal inti bank ini per Juni 2020 baru mencapai Rp 272,03 miliar. 

Aksi akuisisi yang sudah rampung adalah pengambilalihan PT Bank Permata Tbk (BNLI) oleh Bangkok Bank pada 20 Mei lalu. Setelah resmi mencaplok 89,12% saham BNLI milik PT Astra International Tbk (Astra) dan Standard Chartered Bank (SCB), Bangkok Bank akan menggabungkan kantor cabangnya di Indonesia ke Bank Permata.  Penggabungan itu ditargetkan selesai pada Desember 2020. 

Baca Juga: Penjelasan Dirut Maybank (BNII) terkait hilangnya dana nasabah Rp 22,87 miliar

BCA juga telah merampungkan akuisisi Bank Interim atau yang semula bernama Rabobank pada 25 September. BCA akan menggabungkan Bank Interim dengan BCA Syariah yang ditargetkan selesai pada Desember mendatang. 

Sementara penambahan modal rata-rata dilakukan oleh kelompok Bank Umum Kegiatan Usaha (BUKU) I. Pasalnya, bank di kelompok ini memiliki tenggak waktu hingga akhir tahun ini untuk memenuhi ketentuan modal inti bank umum minimum Rp 1 triliun. 

PT Bank Bisnis Indonesia Tbk melakukan penambahan modal pada awal September 2020 lewat IPO. Namun, perseroan hanya mengantongi Rp 189,49 miliar dari aksi korporasi itu. 

Sedangkan per Juni 2020, modal intinya baru Rp 508,53 miliar. Artinya, perusahaan masih membutuhkan tambahan modal sekitar Rp 300 miliaran guna memenuhi aturan OJK tersebut.

Untuk memenuhi ketentuan, Bank Bisnis akan melakukan rights issue akhir tahun ini dengan menerbitkan sebanyak-banyaknya 438,63 juta saham baru. "Rights issue ini targetnya hanya untuk memenuhi modal inti Rp 1 triliun dulu sesuai POJK no 12/2020," kata Sekretaris Perusahaan Bank Bisnis Paulus Wijaya pada KONTAN, Jumat (6/11).

Baca Juga: CROWDE bersama BJB Salurkan KUR bagi petani di Jawa Barat

Sementara empat bank BUKU I lain yang melakukan penambahan modal sudah berhasil naik kelas ke BUKU II. Mereka adalah Bank Jago, Bank Neo Commerce, Bank Kesejahteraan Ekonomi(BKE), dan Bank Royal.  Di luar bank BUKU I, terdampak bank Bukopin yang juga telah melakukan penambahan modal tahun ini lewat rights issue

Saat ini masih ada sejumlah bank cilik yang harus berjuang untuk memenuhi ketentuan modal inti yang sudah mendekati deadline. Bank Harda harus menambah modal inti minimal Rp 728 miliar, Prima Master Bank memiliki modal inti Rp 286,09 miliar  per Juni dan membutuhkan tambahan modal paling sedikit Rp 713 miliar. 

Bank Fama Internasional baru memiliki modal inti Rp 269,39 miliar per Maret 2020. Selanjutnya, ada BPD Bengkulu punya modal inti Rp 822,47 miliar per Juni 2020 dan BPD Banten hanya memiliki modal inti Rp 113,5 miliar per Maret 2020.

Bank Banten bakal melaksanakan rights issue untuk meningkatkan modal. Direktur Utama Bank Banten Fahmi Bagus Mahesa menjelaskan,  berkaitan dengan Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Banten Nomor 1 Tahun 2020. Dalam Perda itu, Pemprov Banten selaku pemegang saham perseroan melalui PT Banten Global Developtment (BGD) bakal memperkuat modal Bank Banten dengan nilai mencapai Rp 1,55 triliun.

Baca Juga: Dorong CASA, BNI Syariah sebut kinerja kuartal III tumbuh positif

Fahmi bilang, pihaknya menargetkan dana Rp 3,04 triliun dari aksi korporasi itu. Bank ini akan melakukan pemenuhan aturan modala inti secara bertahap dimana tahun ini akan mengejar minimum Rp 1 triliun, kemudian Rp 2 triliun di akhir 2021 hingga mencapai Rp 3 triliun pada 31 Desember 2022. 

Rencana aksi korporasi Bank Banten ini juga telah mendapat persetujuan para pemegang saham lewat Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) yang digelar pada 2 Oktober 2020. 

Kepala Riset Samuel Sekuritas Suria Dharma mengatakan, tahun ini banyak terjadi konsolidasi dan penambahan modal pada perbankan karena bank kecil memang sedang kesulitan permodalan. Apalagi di tengah pandemi ini, lanjutnya, dana pihak ketiga (DPK) di bank cilik banyak berpindah ke bak-bank besar. "Oleh karena itu, permodalan mereka harus diperkuat," kata Suria. 

Selain itu, lanjutnya, ketentuan modal inti bank juga sudah dinaikkan. Bank harus melakukan penambahan modal secara berkala sehingga jadi Rp 3 triliun pada 2022. Oleh karena itu, ia menilai bagus jika memang ada investor yang mau membeli bank-bank kecil  tersebut.

Selanjutnya: Meski Pandemi, Kinerja Bank Mayapada Membaik di Kuartal III 2020

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

×