Reporter: Ferrika Sari | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Di tengah likuiditas yang melimpah, bank memilih memarkirkan dananya ke surat berharga. Hal ini sebagai strategi bank untuk mengoptimalkan simpanan nasabah ketika penyaluran kredit masih rendah.
PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BBTN) misalnya, mengambil momen ini untuk menekan rasio dana mahal agar beban dana (cost of fund) bisa turun. Salah satunya, dengan memarkirkan dana pihak ketiga (DPK) ke surat berharga negara (SBN).
"Kelebihan likuiditas kami tempatkan di SBN yang likuid, sehingga bisa siap setiap saat jika dikonversi untuk pembayaran kredit," kata Direktur Finance, Planning, & Treasury Bank BTN, Nofry Rony Poetra, pada Jumat (19/11).
Hingga September 2021, rasio pinjaman terhadap simpanan (LDR) Bank BTN mencapai 92,79%. Dengan rasio likuiditas yang kuat, bank pelat merah ini akan jaga LDR di level 92% - 95% hingga akhir tahun.
Baca Juga: BTN akan terbitkan EB-SP dan obligasi tahun depan, bidik investor ritel
Nofry memperkirakan, likuiditas akan mulai berkurang karena jumlah penyaluran kredit bertambah seiring membaiknya kondisi perekonomian. Hal ini terlihat dari peningkatan kredit BTN sebesar 6,03% year on year (yoy) menjadi Rp 270,27 triliun pada September 2021.
Tak hanya Bank BTN, strategi penempatan dana nasabah ke obligasi juga diikuti PT Bank Panin Tbk. Namun bank komersil ini tak hanya memarkirkan dananya ke obligasi pemerintah, tapi juga obligasi korporasi yang memberikan marjin menarik.
Selain itu, Bank Panin juga meningkatkan permintaan kredit sebagai salah satu strategi untuk mengelola likuiditas yang berlebih agar beban tetap terjaga. Melalui strategi itu, Presiden Direktur Bank Panin Herwidayatmo berharap, kondisi ekonomi membaik sehingga permintaan kredit meningkat.
"Untuk itu, Panin telah mempersiapkan semua kantor cabang agar kembali siap meningkatkan portofolio kredit," terang Herwidayatmo.
Baca Juga: Permintaan kredit perbankan diprediksi akan terus naik, ini pendorongnya