Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia tengah menggodook pemberlakuan tarif merchant discount rate (MDR) buat uang elektoronik berbasis cip. Penerbit uang elektronik yang mayoritas merupakan perbankan bakal dapat pendapatan tambahan dari skema ini. Asal tahu, selama ini bank mesti membayar sejumlah biaya kepada merchant agar uang elektroniknya dapat dijadikan alat pembayaran pada sebuah merchant.
Dari paparan Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran Bank Indonesia soal asesmen terkait MDR uang elektronik berbasis cip Desember 2020 dijelaskan, misalnya bank mesti embayar sekitar Rp 300 juta per tahun untuk satu ruas jalan tol kepada badan usaha jalan tol (BUJT).
Biaya tersebut dibayar untuk mengganti ongkos infrastruktur yang telah dikeluarkan oleh BUJT. Sementara pendapatan bank dari bisnis ini cuma berasal dari floating money, dan top up fee. Adapun dengan tambahan skema MDR maka bank akan dapat pendapatan tambahan di luar foalting money dan fee top up. Sebab dari ada porsi yang akan didapatkan bank dalam tiap transaksi.
Misalnya mengacu skema MDR pada paltform QR COde Indonesia Standar (QRIS) bank bisa dapat 37% dari persentase MDR. Misal ada transaksi Rp 50.000 yang akan dipotong biaya MDR 1% atau setara Rp 500. Nah bank penerbit akan mendapat jatah senilai Rp 185 dari transaksi tersebut. “Di negara lain uang eetronik berbasis cip juga menggunakan MDR yang bervariasi antara 0,8-2%,” tulis Bank Indonesia.
Baca Juga: Permudah keuangan multifinance, OJK relaksasi aturan 2,5% biaya pendidikan
Adapun dalam paparan tersebut Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI) mengajukan usul bahwa tarif MDR dapat diberlakukan di rentang 0,7%-1%. Ini seiring makin tingginya biaya kerjasama yang dikenakan oleh merchant. Bahkan ASPI menaksir minimum biaya MDR sebesar 1% agar dapat menutupi biaya kerja sama yang dibayarkan penerbit kepada merchant.
“Kami sudah diskusikan dalam working group bersama ASPI dan Bank Indonesia. Namun saat ini kami tidak bisa menyampaikan hasil diskusi kami di working group kepada pihak lain,” ujar Wakil Sekretaris Jenderal ASPI Santoso Liem kepada KONTAN, Minggu (3/1).
Sementara Bank Indonesia mengusulkan agar tarif MDR dapat dikenakan 0,5-0,6%. Pertimbangannya agar memudahkan impelemntasi di masyarakat.
“MDR harus diitetapkan secara wajar dengan mempertimbangkan kesinambungan bisnis penerbit agar tetap menjagar kualiatas layanan namun tetap mendorong efisiensi antara otoritas dan industri,” sambung Bank Indonesia.
Terkait hal tersebut, KONTAN telah berupaya mengonfirmasi kepada Deputi Gubernur BI Sugeng, Kepala Departemen Sistem Pembayaran BI Filianigsih Hendarta, Ketua Umum ASPI Anggoro Eko Cahyo, dan Sekjen Asosiasi Jalan Tol Indonesia (ATI) Kris Ade Sudiyono. Mereka tak merespon pertanyaan KONTAN.
Selanjutnya: Walau ekonomi diramal membaik di tahun 2021, bankir tak mau sesumbar
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News