kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.504.000   5.000   0,33%
  • USD/IDR 15.950   0,00   0,00%
  • IDX 7.246   -68,22   -0,93%
  • KOMPAS100 1.110   -11,46   -1,02%
  • LQ45 880   -11,76   -1,32%
  • ISSI 222   -0,92   -0,41%
  • IDX30 452   -6,77   -1,48%
  • IDXHIDIV20 545   -7,80   -1,41%
  • IDX80 127   -1,32   -1,03%
  • IDXV30 136   -1,06   -0,77%
  • IDXQ30 150   -2,29   -1,50%

Bank BUMN tingkatkan pencadangan kredit untuk mengantisipasi kenaikan NPL


Selasa, 30 Maret 2021 / 10:25 WIB
Bank BUMN tingkatkan pencadangan kredit untuk mengantisipasi kenaikan NPL

Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dalam kondisi pandemi Covid-19, risiko peningkatan non performing loan (NPL) semakin nyata. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bahkan mencatat per Februari 2021 posisi NPL gross ada di level 3,17% naik dari periode akhir 2020 sebesar 3,06%. 

Walhasil, perbankan pun menyiapkan segala amunisi untuk menekan laju NPL. Salah satunya dengan memupuk pencadangan. 

Hal ini yang membuat PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) getol menambah pencadangan. Direktur Keuangan BNI Novita Widya Anggraini menjelaskan, pembentukan pencadangan juga menjadi kewajiban bagi bank dalam rangka memenuhi ketentuan PSAK 71. 

Baca Juga: Akulaku Finance tingkatkan kolaborasi dengan Bank Jago

"Dalam aturan ini sudah memutuskan forward looking atau expected loss. Makanya ada kenaikan signifikan dari sisi CKPN," ujarnya di Jakarta, Senin (29/3). 

Menurut catatan perseroan untuk posisi Desember 2020 pihaknya telah membentuk CKPN sebesar Rp 16,2 triliun. Dampak dari pembentukan tersebut adalah saldo awal laba ditahan Bank BNI berkurang sebesar Rp 12,9 triliun hingga tahun 2020 dari posisi semula Rp 79,7 triliun menjadi Rp 66,8 triliun. 

Menurutnya di tahun ini BNI tentu akan memperkuat sisi pencadangan, sesuai dengan aturan PSAK 71. "Dalam aturan ini CKPN dihitung dari expected loss. Hal itu bergantung pada perkembangan makro ekonomi," imbuhnya. 

Sekadar informasi, tahun lalu BNI mencatat posisi NPL meningkat sebesar 2% secara year on year (yoy) menjadi 4,3% dari periode setahun sebelumnya 2,3%. Perseroan juga mencatatkan posisi loan at risk (LAR) naik sekitar 19,3% menjadi 28,7% dari posisi 2019 yang berada di level 9,4%. 

Baca Juga: BTN dan Muamalat klaim lebih dari 90% nasabah sudah menggunakan kartu debit chip

Kenaikan itu tentunya berkaitan langsung dengan meningkatnya tren restrukturisasi kredit di tengah pandemi. Alih-alih untuk menekan laju NPL, BNI pun telah meningkatkan rasio pencadangan hingga ke level 182,4% tahun lalu atau naik 48,9% secara tahunan. 

Sama halnya dengan PT Bank Mandiri Tbk yang berencana untuk menambah pencadangan opsional tahun ini sebesar Rp 1 triliun. Utamanya, cadangan tersebut akan dipakai untuk debitur restrukturisasi terdampak Covid-19. 

Meski begitu, Direktur Manajemen Risiko Bank Mandiri Ahmad Siddik Badruddin menegaskan, tahun ini memproyeksi kemampuan membayar debitur bakal meningkat. 

Sebab di tahun lalu, jumlah kredit yang berpotensi menjadi NPL telah menurun. Akhir tahun 2020, Bank Mandiri memprediksi sekitar 10%-11% dari kredit yang direstrukturisasi berpotensi downgrade jadi kredit bermasalah.  

Namun, saat ini diproyeksi hanya sekitar 8% dari Rp 93 triliun. "Pada akhir 2020, baru sekitar 0,3%-0,4% dari kredit yang direstrukturisasi ini jatuh ke NPL," katanya.

Sebagai informasi saja, tahun lalu Bank Mandiri mencatat NPL sebesar meningkat sebanyak 76 basis poin (bps) secara tahunan menjadi 3,09%. Adapun, tahun 2020 perseroan sudah meningkatkan rasio pencadangan sebesar 229,1% dari periode setahun sebelumnya 144,3% alias naik 85%. 

Sementara itu, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) mengatakan memang ada potensi peningkatan NPL di awal tahun. Hal ini menurut Direktur Manajemen Risiko BRI Agus Sudiarto disebabkan ada beberapa kredit yang direstrukturisasi terdampak Covid-19 mulai turun kelas menjadi NPL. 

Baca Juga: BNI optimistis penyaluran kredit bisa tumbuh minimal 6% pada tahun ini

Namun, kredit restrukturisasi Covid-19 tersebut masih dalam level yang terkendali hingga posisi akhir Februari 2021. "Kisaran NPL untuk restrukturisasi Covid-19 masih sekitar 2%," katanya. 

Hingga akhir tahun 2021, BRI menargetkan akan menjaga NPL di bawah 3%.

Sebagai catatan, tahun 2020 BRI mencatat NPL sebesar 2,94% meningkat dari tahun 2019 yakni 2,62%. Perseroan sudah membentuk rasio pencadangan cukup jumbo mencapai 248% dari setahun sebelumnya 166,6%. 

Pun, dari sisi provisi alias pencadangan bank nomor wahid dari segi aset ini juga naik signifikan menjadi Rp 64,1 triliun. Posisi itu naik dari cadangan tahun sebelumnya yang sebesar Rp 37,5 triliun atau meningkat 70,93% yoy. 

Selanjutnya: BNI bagikan dividen Rp 820,1 miliar dan angkat Erwin Rijanto sebagai komisaris

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Kiat Cepat Baca Laporan Keuangan Untuk Penentuan Strategi dan Penetapan Target KPI Banking and Credit Analysis

×