kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Apa Dampaknya Bagi Dunia Jika AS dan China Semakin Panas? Ini Jawaban Ekonom AS


Selasa, 14 Februari 2023 / 11:26 WIB
Apa Dampaknya Bagi Dunia Jika AS dan China Semakin Panas? Ini Jawaban Ekonom AS
ILUSTRASI. AS dan China berada di jalur tabrakan yang sangat berbahaya yang dapat menimbulkan dampak serius bagi seluruh dunia. REUTERS/Kevin Lamarque

Reporter: Barratut Taqiyyah Rafie | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - SINGAPURA. Amerika Serikat dan China berada di "jalur tabrakan yang sangat berbahaya" yang dapat menimbulkan dampak serius bagi seluruh dunia. Hal tersebut diungkapkan oleh ekonom terkemuka AS Jeffrey Sachs pada Senin (13/2/2023).

Mengutip Channel News Asia, kondisi ini terjadi di tengah aksi saling klaim dari dua kekuatan global atas penerbangan balon ketinggian tinggi di wilayah udara masing-masing.

“Ambil Ukraina sebagai tanda peringatan. Hal yang sama bisa terjadi di Asia, itu akan menghancurkan dunia,” kata Dr Sachs, direktur Pusat Pembangunan Berkelanjutan di Universitas Columbia, kepada CNA Asia Now.

Dia menambahkan, “Kita membutuhkan China dan Amerika Serikat untuk berbicara satu sama lain, untuk bernegosiasi satu sama lain, untuk berdialog satu sama lain. Tapi itu tidak terjadi sekarang.”

Memaksa negara lain untuk memihak

Menurut Dr. Sachs, konflik geopolitik di antara negara-negara besar dapat memaksa pihak-pihak yang tidak terlibat untuk memihak, yang mengakibatkan hubungan yang tegang. 

Kondisi itu bahkan mendesak negara-negara, termasuk di Asosiation of South East Asian Nations (ASEAN), untuk mengambil posisi.

“Jadi saya berharap ASEAN sebagai sebuah kelompok dapat mengatakan kepada Amerika Serikat dan mengatakan kepada China, 'Jangan membuat kami memilih. Jika kita harus memilih, kita menginginkan hubungan yang baik dengan kedua belah pihak. Kami tidak ingin memilih,’” kata Dr Sachs di sela-sela KTT Pemerintah Dunia di Dubai.

Baca Juga: China: Balon AS Masuk Tanpa Izin Lebih dari 10 Kali Sejak Awal 2022

KTT ini menyatukan para pemimpin pemikiran, pakar global, dan pembuat keputusan dari seluruh dunia untuk berbagi dan mengembangkan kebijakan yang penting dalam membentuk pemerintahan di masa depan.

“Seluruh dunia harus mengatakan dengan sangat jelas bahwa mereka tidak ingin terlibat dalam perkelahian, atau lebih baik lagi, menghentikan perkelahian, karena dua kekuatan utama harus dapat bekerja sama satu sama lain dan menghindari konflik,” kata Dr. Sachs.

Dia percaya pendekatan semacam itu bahkan dapat mengakhiri perang di Ukraina. Sachs juga bilang, kekuatan besar di luar konflik dapat meningkatkan dan menyerukan agar perang dihentikan.

Dia merujuk Brasil, China, India, dan Indonesia sebagai beberapa negara yang dapat menyampaikan kekhawatiran mereka.

“Jadi saya mencari suara dari negara-negara yang tidak terlibat langsung. Kami telah mendengar dari AS, kami telah mendengar dari Inggris, kami telah mendengar dari UE (Uni Eropa). Kami telah mendengar dari Rusia, kami telah mendengar dari Ukraina, tetapi sebagian besar dunia berada di sela-sela. Dan saya pikir jika negara-negara itu maju sekarang … dan mengatakan perang ini menghancurkan semua pihak, itu akan membuat perbedaan besar,” tambahnya.

Baca Juga: Militer AS Tembak Benda Silinder yang Tak Dikenal di Langit Kanada

Mengenai perang Rusia-Ukraina, Dr Sachs mengatakan kedua belah pihak perlu terlibat satu sama lain.

Kedua belah pihak, koalisi pimpinan AS dan Rusia, belum duduk untuk bernegosiasi, dan itu “menggoyahkan seluruh dunia”, tambahnya.

Menurutnya, saat ini kita sedang hidup di masa ketika geopolitik benar-benar mendominasi ekonomi global. Dan selama geopolitik penuh dengan perpecahan, sulit dipercaya bahwa dunia akan memiliki kelancaran ekonomi.

Hubungan AS-China memanas

Beberapa hari terakhir, hubungan Amerika Serikat dengan China semakin memanas terkait balon mata-mata. 

Kini, giliran China yang mengatakan pada hari Senin bahwa balon AS telah terbang di atas wilayah udaranya tanpa izin lebih dari 10 kali sejak awal tahun 2022. Tudingan China itu mendapat bantahan keras dari Washington.

Melansir Reuters, tuduhan China memperburuk perselisihan dengan Amerika Serikat yang dimulai pada awal Februari setelah militer AS menembak jatuh apa yang dikatakannya sebagai balon mata-mata China. Insiden tersebut juga mendorong diplomat top AS Antony Blinken membatalkan perjalanan ke Beijing yang dirancang untuk meredakan ketegangan.

"Sejak tahun lalu, balon AS telah melakukan lebih dari 10 penerbangan ilegal ke wilayah udara China tanpa persetujuan dari departemen terkait China," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri China Wang Wenbin pada pengarahan reguler di Beijing sebagai tanggapan atas pertanyaan dari wartawan. 

Dia menambahkan, “AS perlu merenungkan dirinya sendiri dan mengubah praktiknya yang salah. Kami berhak untuk mengambil cara yang diperlukan untuk menangani insiden yang relevan,” tambahnya.

Baca Juga: Bikin Cemas, Balon Mata-Mata China Tampak Berkeliaran di Puluhan Negara

Gedung Putih segera membantah tuduhan China. Juru bicara Dewan Keamanan Nasional Adrienne Watson mengatakan pernyataan tersebut sebagai upaya pengendalian kerusakan oleh Beijing. 

“Setiap klaim bahwa pemerintah AS mengoperasikan balon pengawasan di RRC (Republik Rakyat China) adalah salah,” katanya dalam sebuah pernyataan.

Dia juga bilang, “China-lah yang memiliki program balon pengawasan ketinggian tinggi untuk pengumpulan intelijen, yang terhubung dengan Tentara Pembebasan Rakyat, yang telah digunakan untuk melanggar kedaulatan Amerika Serikat dan lebih dari 40 negara di lima benua.” 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

×