Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Handoyo .
Di sisi lain, program kedua yang merupakan pengampunan pajak atas harta yang peroleh sejak tanggal 1 Januari 2016 sampai dengan tanggal 31 Desember 2019. Syaratnya, masih dimiliki pada tanggal 31 Desember 2019, tapi belum dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh OP tahun pajak 2019.
Lebih lanjut pasal tersebut juga mengatur, wajib pajak orang pribadi tersebut harus memenuhi tiga ketentuan antara lain tidak sedang dilakukan pemeriksaan, untuk tahun pajak 2016 hingga 2019. Kemudian, tidak sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan, untuk tahun pajak 2016 sampai dengan 2019. Terakhir, tidak sedang dilakukan penyidikan atas tindak pidana di bidang perpajakan.
Adapun untuk WP atas pengungkapan kekayaan 2016-2019 tersebut dikenai PPh Final sebesar 30% dan 20% jika diinvestasikan dalam instrumen SBN. Mereka juga dibebaskan dari sanksi administrasi pajak.
Sebagai catatan, perubahan UU KUP tersebut menegaskan bagi wajib pajak yang ingin mengikuti kedua program pengampunan pajak tersebut wajib mengungkapkan harta bersih dalam Surat Pemberitahuan Pengungkapan Harta (SPPH) dan disampaikan kepada Ditjen Pajak dalam periode tanggal 1 Juli 2021 sampai dengan tanggal 31 Desember 2021.
“Untuk skema kedua sepertinya akan sepi peminat, sebab tarif pajaknya sama atai tidak berbeda jauh dari ketentuan sekarang, kemudian hanya bebas sanksi administrasi. Tidak ada pencabutan sanksi pidana seperti tax amnesty. Jadi bagi mereka lebih baik melakukan pembetulan SPT sekarang dari pada menunggu programnya berlangsung tahun depan,” ujar Prianto.
Prianto menilai dengan adanya jangka waktu pengungkapan harta kekayaan wajib pajak selama enam bulan, kemungkinan program pengampunan pajak akan diselenggarakan pada periode semester I-2022. Dus ada waktu bagi otoritas untuk menelaah SPPH agar pajak yang diterima negara bisa optimal.
Dia memprediksi paling tidak apabila kedua program tersebut digelar penerimaan pajak yang bisa dikumpulkan dari para pengemplang pajak sebesar Rp 110 triliun hingga Rp 120 triliun.
Di kesempatan lain, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio Kacaribu mengatakan, rencana pengampunan pajak merupakan bagian dari formasi perpajakan dengan tetap mempertimbangkan struktur perekonomian saat ini hingga ke depan.
Rencana kebijakan perpajakan itu diharapkan bisa mengoptimalkan penerimaan negara untuk memenuhi belanja negara. Dus, perekonomian bisa pulih dari dampak pandemi virus corona.
“Kebijakan reformasi perpajakan pasti kita lakukan dengan analisis yang mendalam arahnya ke mana hingga dampak terhadap perekonomian dengan terukur. Dengan tetap menjaga iklim investasi, dan memperkuat sistem perpajakan,” kata Febrio saat Media Briefing dengan Media Terkait Pemulihan Ekonomi dan Reformasi Fiskal 2022, Jumat (4/6).
Selanjutnya: Alasan pemerintah ajukan rencana tax amnesty dan multitarif tarif PPN
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News