kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.461.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.130   40,00   0,26%
  • IDX 7.697   -47,60   -0,61%
  • KOMPAS100 1.196   -13,16   -1,09%
  • LQ45 960   -10,60   -1,09%
  • ISSI 231   -1,75   -0,75%
  • IDX30 493   -3,97   -0,80%
  • IDXHIDIV20 592   -5,69   -0,95%
  • IDX80 136   -1,30   -0,95%
  • IDXV30 143   0,32   0,23%
  • IDXQ30 164   -1,28   -0,77%

Akibat Kebijakan Gas Murah, Industri Hulu dan Tengah Migas Menderita


Kamis, 27 Juli 2023 / 07:45 WIB
Akibat Kebijakan Gas Murah, Industri Hulu dan Tengah Migas Menderita

Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - TANGERANG SELATAN. Pengusaha di sektor hulu dan tengah (midstream) migas mengeluhkan kebijakan harga gas murah yang membuatnya menderita. Hal ini dikarenakan konsumsi gas untuk industri terus meningkat sedangkan harganya dibatasi. 

Presiden Direktur PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS), Arief Setiawan Handoko menyatakan, terjadi peningkatan permintaan gas dari industri sebesar 15% per tahun pada saat penerapan harga gas bumi tertentu (HGBT). 

“Jadi bisa dikatakan cara efektif meningkatkan permintaan (gas) yakni kita sudah tahu harganya dahulu. Namun harga US$ 6 per MMBTU membuat hulu dan midstream (tengah) menderita,” ujarnya dalam Focus Discussion 1 di IPA Convex 2023, Rabu (26/7). 

Baca Juga: Sejumlah KKKS Asing Ini Hengkang dari Proyek Migas Indonesia, Ada Apa?

Arief menilai infrastruktur gas harus terintegrasi dengan berbagai sumber gas (multi sources) dan tujuannya (multi destinasi). Dengan begitu, pihaknya bisa menjaga ketersediaan penyaluran gas bagi industri. 

Arief juga turut meminta tambahan volume pasokan gas dari kepada SKK Migas untuk mempertahankan ketersediaan pasokan gas kepada pelanggan. 

Deputi Keuangan dan Komersialisasi SKK Migas, Kurnia Chairi menyatakan dalam mengimplementasi HGBT, pemerintah cukup menderita karena memproteksi dampak bagi industri hulu migas. 

“Sebenarnya pemerintah ingin berkorban, namun dalam hal ini tetap harus ada batasan yang bisa menjamin semuanya sampai pasar itu siap,” terangnya dalam kesempatan yang sama. 

Kurnia menyatakan, SKK Migas berkomitmen memainkan peran untuk menyeimbangkan semua proses mulai dari hulu, midstream, hingga hilir melalui evaluasi dalam bentuk implementasi. 

SKK Migas mengakui sedang berkoordinasi dengan Kementerian ESDM untuk membangun infrastruktur gas menggunakan anggaran pendapatan dan belanja negara alias APBN. 

“Jika bisa mencapai upaya ini, harga gas bisa dikendalikan dengan lebih ketat dan produksi akan lebih efisien,” ujarnya. 

Baca Juga: ENI Ambil Alih Proyek Migas Indonesia Laut Dalam dari Chevron

Salah satu contoh yang saat ini sudah berjalan ialah pembangunan ruas Cirebon-Semarang (Cisem) dan ruas Dumai-Sei Mangke yang diharapkan bisa membantu keekonomian proyek. 

Di sisi lain, industri penerima manfaat HGBT merasakan manfaat yang besar dari kebijakan harga gas khusus yang sudah dijalankan 3 tahun belakangan. 

Kepala Seksi Pemberdayaan Industri di Kementerian Perindustrian, Triyani menjelaskan harga gas akan berdampak langsung pada daya saing industri. 

“Ada sejumlah faktor yang saling berkorelasi dalam membentuk daya saing, yakni bahan baku, sumber daya manusia, pasar, dan pemerintah,” ujarnya. 

Adapun satu kebijakan yang dikeluarkan pemerintah akan memberikan dampak pada ketiga faktor lainnya. 

Misalnya saja, pada kebijakan harga gas murah di mana harga gas dipangkas dari US$ 9 per MMBTU menjadi US$ 6 per MMBTU berdampak langsung pada turunnya biaya produksi. 

Triyani menyebut, dampak langsung dari penurunan biaya ini serta merta dapat mengerek produktivitas dan daya saing pihak industri.

“Penurunan harga gas sangat berdampak pada produktivitas 7 sektor industri khususnya membantu perusahaan bertahan di masa pandemi. Di sisi lain juga terjadi peningkatan penerimaan pajak 31% pada 2022,” ujarnya. 

Baca Juga: Soal Lelang WK Migas Terbaru, Begini Respons Indonesian Petroleum Association

Tidak hanya itu, setelah kebijakan ini berjalan, terjadi peningkatan investasi di 7 sektor industri penerima gas murah dan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) cenderung rendah.

Namun, Triyani menyatakan, jika harga gas tetiba dinaikkan, dikhawatirkan akan memberikan dampak negatif bagi industri secara keseluruhan. 

Dia memberi gambaran di 2011 atau 2012 ada peningkatan harga gas secara mendadak, kala itu banyak perusahaan keramik yang menutup fasilitas produksinya. 

“Dampak peningkatan harga gas ke masing-masing industri memang berbeda-beda, harus ada studi yang lebih lanjut. Tetapi secara umum peningkatan harga energi akan berdampak bagi daya saing dan produktivitas,” tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

×