kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

YLKI Meminta Pemerintah untuk Memperketat Pengawasan HET Minyak Goreng Non Premium


Jumat, 18 Maret 2022 / 07:05 WIB
YLKI Meminta Pemerintah untuk Memperketat Pengawasan HET Minyak Goreng Non Premium

Reporter: Vina Elvira | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) turut menyoroti kebijakan dari pemerintah yang baru saja mencabut harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng (migor) kemasan. 

Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi meminta pemerintah untuk memperketat pengawasan terkait Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng nonpremium. Hal ini perlu dilakukan supaya pendistribusian migor non premium tepat sasaran. 

"Jangan sampai kelompok konsumen migor premium mengambil hak konsumen menengah bawah dengan membeli, apalagi memborong migor nonpremium yg harganya jauh lebih murah," ungkap Tulus, kepada Kontan.co.id, Kamis (17/3). 

Baca Juga: Kebijakan HET Dicabut, Stok Minyak Goreng di Sejumlah Minimarket Masih Langka

Di sisi lain, Tulis menilai bahwa kebijakan pemerintah terhadap migor di atas kertas atau secara umum lebih market friendly. Sehingga diharapkan hal ini bisa menjadi upaya untuk memperbaiki distribusi dan pasokan migor kepada masyarakat dengan harga terjangkau.

"Sebab selama ini intervensi pemerintah pada pasar migor, dengan cara melawan pasar. Dan terbukti gagal total. Malah menimbulkan chaos di tengah masyarakat," tutur dia. 

Meski begitu, dari sisi kebijakan publik, YLKI sangat menyayangkan,  bongkar pasang kebijakan migor yang dilakukan pemerintah. Sehingga konsumen, bahkan operator, menjadi korbannya.

Baca Juga: Tak Bisa Kontrol Spekulan Minyak Goreng, Menteri Perdagangan Minta Maaf

Terkait dengan hal itu, pihaknya pun mengusulkan bahwa idealnya subsidi minyak goreng sebaiknya bersifat tertutup. Sehingga subsidinya tepat sasaran. Sebab, subsidi terbuka seperti sekarang berpotensi salah sasaran, karena migor murah gampang diborong oleh kelompok masyarakat mampu, dan akibatnya masyarakat menengah ke bawah kesulitan mendapatkan migor murah.

Di samping itu, YLKI juga terus mendesak Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) untuk mengulik adanya dugaan kartel dan oligopoli dalam bisnis minyak goreng, CPO, dan sawit. 

YLKI meminta pemerintah untuk lebih transparan, sebenarnya DMO 20% itu mengalir kemana, ke industri migor, atau mengalir ke biodiesel. "Sebab DMO 20% memang tidak akan cukup kalau disedot ke biodiesel. Dalam kondisi seperti sekarang, CPO untuk kebutuhan pangan lebih mendesak, daripada untuk energi," tutup dia. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

×