kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.409.000   -2.000   -0,14%
  • USD/IDR 15.435   -30,00   -0,19%
  • IDX 7.798   37,20   0,48%
  • KOMPAS100 1.185   9,64   0,82%
  • LQ45 958   6,85   0,72%
  • ISSI 226   2,67   1,19%
  • IDX30 488   3,53   0,73%
  • IDXHIDIV20 589   4,06   0,69%
  • IDX80 134   1,16   0,87%
  • IDXV30 140   2,67   1,94%
  • IDXQ30 163   1,24   0,77%

Viral Peringatan Darurat Garuda Biru, Ini Kaitannya dengan Kawal Putusan MK


Kamis, 22 Agustus 2024 / 06:44 WIB
Viral Peringatan Darurat Garuda Biru, Ini Kaitannya dengan Kawal Putusan MK
ILUSTRASI. Peringatan Darurat Garuda Biru

Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Lini masa media sosial di X, Instagram, Facebook diramaikan dengan unggahan "Peringatan Darurat" dengan Garuda Pancasila berlatar warna biru, pada Rabu (21/8/2024). 

Selain itu, pencarian dengan kata kunci peringatan darurat Indonesia, peringatan darurat Pancasila, darurat Pancasila, hingga peringatan darurat garuda juga meningkat di tren pencarian Google. 

Tagar tersebut muncul setelah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengabaikan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal syarat pencalonan pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2024. 

Warganet yang menaikkan tagar tersebut beramai-ramai ikut mengunggah simbol garuda biru dengan suara sirine tanda bahaya. 

Lantas, apa maksud peringatan darurat Garuda biru tersebut? 

Apa kaitannya dengan seruan Kawal Putusan MK yang juga sedang ramai diperbincangkan? 

Syarat Usia Maju Pilkada 

Maksud peringatan darurat Garuda biru Maksud peringatan darurat yang muncul di media sosial dan Google merupakan ajakan dari warganet untuk bersama-sama mengawal putusan MK menjelang Pilkada 2024 yang digelar serentak dalam waktu dekat. 

Tagar tersebut muncul setelah MK mengeluarkan beberapa putusan yang berpotensi mengubah peta kekuatan politik jelang Pilkada. 

Baca Juga: Ada Demo Kawal Putusan MK, Hindari Melintas Di Jalan Berikut

Pertama, MK mengatur ulang ambang batas atau threshold pencalonan kepala daerah yang diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota melalui Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024. 

Dilansir dari Kompas.com, Selasa, lewat putusan tersebut partai politik yang tidak memiliki kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) bisa mengusung calon kepala daerah. 

Selain itu, putusan kedua yang dikeluarkan MK adalah syarat usia seseorang mencalonkan diri sebagai kepala daerah, baik gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan wali kota/wakil wali kota dihitung pada saat penetapan pasangan calon (paslon), bukan ketika pelantikan. 

Putusan MK tersebut berbeda dengan putusan Mahkamah Agung (MA) yang menyatakan syarat usia seseorang maju sebagai calon kepala daerah dihitung pada saat pelantikan, bukan penetapan paslon. 

Putusan MK soal syarat usia maju sebagai calon kepala daerah dinilai menjegal langkah putra bungsu Presiden Joko Widodo (Jokowi),Kaesang Pangarep, yang digadang-gadang maju Pilkada Jawa Tengah 2024. 

Di sisi lain, putusan MK soal ambang batas partai pencalonan kepala daerah memberikan angin segar bagi Anies Baswedan yang sebelumnya diperkirakan batal diusung menjadi calon Gubernur DKI Jakarta. 

Apa kaitan peringatan darurat dengan kawal putusan MK? 

Bila dikaitkan dengan putusan MK, tagar peringatan darurat menjadi isyarat bahwa ada upaya dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengakali putusan MK. 

Badan Legislasi (Baleg) DPR yang berencana merevisi UU Pilkada juga sudah menyatakan penolakannya terhadap putusan MK. 

Salah satunya diungkapkan oleh anggota Baleg DPR dari Fraksi Gerindra Habiburokhman, sebagaimana dilaporkan Kompas.com, Rabu. 

Ia meminta DPR sebaiknya merujuk putusan MA dalam menyepakati daftar inventarisasi masalah (DIM) revisi UU Pilkada. 

Baca Juga: Partai Buruh Mendeklarasikan Dukungan Anies Maju di Pilkada Jakarta

Menurut pakar hukum tata negara Universitas Padjadjaran, Susi Dwi Harijanti, putusan MK tidak dapat dianulir dengan revisi UU yang sebelumnya dibatalkan MK. 

Jika putusan MK hendak diubah, maka mahkamah harus mengeluarkan putusan lagi. 

“Jika ada perubahan undang-undang yang tidak sesuai dengan Putusan MK, (maka undang-undang itu) dikatakan sebagai tidak mematuhi hukum,” katanya kepada Kompas.com, Rabu. 

Ia menegaskan, putusan MK bersifat final dan mengikat sehingga DPR, Presiden, termasuk KPU mau tidak mau harus melaksanakannya. 

Sifat putusan MK yang final dan mengikat merupakan amanat Pasal 24C UUD 1945. 

“Putusan MK adalah hukum. Pasal 1 Ayat (3) UUD 1945 menyatakan Indonesia adalah negara hukum. Oleh karena itu, putusan MK harus dipatuhi. Prinsip negara hukum tidak membolehkan terjadinya tujuan menghalalkan segala cara,” jelas Susi. 

Ia menegaskan, keputusan DPR yang menolak putusan MK merupakan tindakan yang menyalahi hukum demi kepentingan politik. 

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Apa Maksud Peringatan Darurat Garuda Biru dan Kaitannya dengan Kawal Putusan MK?"

Selanjutnya: IHSG Dibayangi Koreksi, Simak 4 Saham Pilihan Hari Ini (22/8) dari RHB Sekuritas

Menarik Dibaca: IHSG Dibayangi Koreksi, Simak 4 Saham Pilihan Hari Ini (22/8) dari RHB Sekuritas

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Mastering Management and Strategic Leadership (MiniMBA 2024) Mudah Menagih Hutang

×