kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Tes PCR dan Antigen Tak Lagi Jadi Syarat Perjalanan Domestik, Ini Kata Epidemiolog


Selasa, 08 Maret 2022 / 06:25 WIB
Tes PCR dan Antigen Tak Lagi Jadi Syarat Perjalanan Domestik, Ini Kata Epidemiolog

Reporter: Ratih Waseso | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah untuk melakukan penghapusan syarat hasil tes negatif antigen atau PCR bagi perjalanan domestik dinilai perlu dilakukan uji publik dahulu.

Ahli Kesehatan Lingkungan dan Epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman mengatakan, jika syarat hasil tes negatif dihapus maka perlu dilakukan penguatan di sisi lainnya untuk mengendalikan Covid-19.

Pasalnya, Dicky menjelaskan test Covid-19 merupakan tools atau alat yang digunakan untuk mengetahui dan mendeteksi keberadaan virus serta melihat bagaimana karakter virus yang ada di lapangan. Test Covid-19 juga menjadi alat untuk mengetahui bagaimana perkembangan penanganan pandemi yang telah dilakukan.

Maka jika syarat tersebut dihapuskan perlu ada penguatan di sisi lain seperti surveilans, protokol kesehatan dan vaksinasi. Jika tidak, maka dikhawatirkan justru akan menimbulkan potensi ancaman meningkatnya kasus. Padahal saat ini penanganan pandemi di Indonesia dinilai semakin baik.

Baca Juga: Arab Saudi Hapus Karantina dan PCR, Ini Kata Asosiasi Penyelenggara Umrah

"Bukan hanya surveilans tapi vaksinasi dan prokes, dan sudah ada uji publik dulu setidaknya satu lokasi satu minggu. Test di era cakupan vaksinasi membaik lebih bersifat target oriented," kata Dicky kepada Kontan.co.id, Senin (7/3).

Rencana penghapusan syarat hasil negatif test antigen atau PCR diperuntukkan bagi pelaku perjalanan domestik yang telah divaksin primer penuh. Dicky mengingatkan bahwa status vaksinasi seseorang tidak menghilangkan potensi ia dapat terinfeksi hingga menularkan ke orang lain.

"Ketika kita ubah strategi tes ini dalam aspek kesehatan masyarakat, sebaiknya ada uji publik dulu untuk melihat potensinya. Setidaknya di satu lokasi selama satu minggu supaya memiliki dasar data yang kuat dalam konteks Indonesia. Sekali lagi, tes ibarat mata kita terhadap virus. Tanpa tes yang memadai, kita tidak dapat melihat di mana virus atau ke mana arahnya," tegasnya.

Maka kembali Ia menegaskan pengambilan keputusan dalam penanganan pandemi harus didasarkan kepada data dan fakta yang ada di lapangan.

"Di tahun ketiga ini memang situasi ekonomi politik sosial ini sudah makin terbebani berat sehingga wajar ketika banyak negara melakukan pelonggaran. Tapi kita harus ingat bahwa pelonggaran ini harus terukur dan memiliki dasar data, kondisi atau indikator yang kuat," imbuhnya.

Penguatan di sisi lain ketika syarat hasil tes negatif Covid-19 bagi pelaku perjalanan domestik dihapus, misalnya adanya aturan yang mewajibkan pelaku perjalanan memakai jenis masker tertentu.

Baca Juga: Sudah 2 Kali Vaksin, Tes PCR dan Antigen Tak Lagi Jadi Syarat Perjalanan Domestik

"Misalnya penumpang pesawat dan kereta itu harus masker N95 pakainya misalnya, jadi ada sisi yang diperkuat," paparnya.

Dicky menegaskan, yang diperlukan untuk mengakhiri pandemi ini adalah pemahaman realistis tentang apa yang dapat dan tidak dapat dilakukan oleh vaksin Covid-19. Saat ini dunia memang sudah memiliki vaksin. Namun adanya vaksin bukan berarti berhenti dalam upaya untuk melihat di mana virus itu berada.

"Sehingga kita dapat beradaptasi dengan cepat jika dan ketika varian atau gelombang baru merebak. Strategi test di era cakupan vaksinasi yang makin membaik akan lebih bersifat target oriented (surveilans). Tes harus dapat diakses dengan cepat dan mudah murah. Karena tes mewakili informasi yang dapat diakses secara real time tentang virus di dalam dan di sekitar kita," pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

×