Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menginginkan kehadiran bank digital mampu memberikan kontribusi yang nyata bagi perekonomian. Oleh sebab itu, regulator akan merilis peraturan OJK (POJK) yang akan mengatur ukuran suatu bank yang bisa dikatakan bank digital.
Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana menyatakan hal ini dilakukan guna mencegah penggunaan bank digital sebagai gimmick semata. Bila tidak ada aral melintang, OJK akan merilis aturan teranyar ini sebelum Juli 2022.
Bocornya, ukuran sebagai bank digital mencakup perlindungan data dan siber, pengaturan tata kelola, outsourcing layanan dari pihak ketiga, hingga organisasi bank itu sendiri. POJK yang akan dirilis ini sebenarnya turunan dari pedoman (blueprint) transformasi digitalisasi perbankan.
Pengamat menyambut baik langkah OJK menerbitkan POJK yang akan lebih mengikat. Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Amin Nurdin menyatakan aturan yang masih perlu ditambahkan jika belum ada ialah bagaimana kondisi bank digital dengan konglomerasi. Lantaran banyak konglomerat yang juga membeli saham-saham Bank Digital.
“Sehingga ini harus diatur, kemudian jeruk makan jeruk antara Bank Digital dan Bank Konvensional pemilik Digital, supaya dibedakan dengan tegas,” ujar Amin kepada Kontan.co.id pada Senin (10/1).
Baca Juga: Banyak Klaim Bank Digital, OJK Bakal Terbitkan POJK Tentang Ukuran Bank Digital
Lanjut ia, regulator juga perlu mempertegas terkait semua produk digital, dana murah, pembiayaan dan layanan lainnya. Menurutnya, harus ada perbedaan yang jelas antara layanan bank digital ini dengan layanan yang dimiliki oleh fintech yang sudah ada saat ini.
Ia melihat aspek-aspek tersebut belum dimiliki oleh berbagai bank yang mengklaim dirinya sebagai bank digital. Sehingga tidak menutup kemungkinan masyarakat bingung dengan kehadiran bank digital ini yang digadang-gadang sebagai bank masa depan.
Ekonom dan Direktur Riset CORE Indonesia Piter Abdullah menyadari OJK telah mengeluarkan aturan terkait definisi dan ketentuan permodalan bank digital. Namun aturan itu harus ditindak lanjuti dengan kebijakan lain yang mempertegas ruang lingkup bank digital.
“Kriteria apa dan bagaimana sebuah bank disebut sebagai bank digital. Jadi bank yang misalnya mengeluarkan satu produk seperti mobile banking belum bisa disebut sebagai bank digital. Jadi aturan yang dikenakan adalah bank biasa atau non digital,” paparnya.
Ia melihat langkah OJK dalam mengatur dan mengawasi bank digital memang harus dilakukan secara bertahap mengikuti perkembangan bank itu. Sebab. Bila dilakukan terlalu rigid di awal, justru bisa tidak efektif dan kontraproduktif.
“Terkait tata kelola saya kira ketentuan bank umum yang sudah ada masih cukup memadai. Tinggal persoalan kerahasiaan data harus lebih ditingkatkan khususnya menyangkut data pribadi nasabah,” pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News