Reporter: Dimas Andi | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Proses pemindahan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur menghadapi sejumlah tantangan logistik yang perlu ditemukan solusi penyelesaiannya.
Kepala Divisi Samudera Indonesia Research and Initiative (SIRI) Denny Irawan mengungkapkan ada tiga tantangan logistik dalam pembangunan IKN, antara lain tantangan logistik di darat atau intra IKN, kepelabuhan/kebandaraan/pergudangan, serta jalur penghubung dengan wilayah lain.
Tantangan logistik di jalur darat utamanya berkaitan dengan akses jalan untuk kebutuhan barang dan material pada proses konstruksi, serta akses terhadap kebutuhan penunjang seperti air bersih. Struktur morfologi tanah di kawasan IKN yang bergelombang membuat upaya membuka akses jalan di sana bukanlah perkara mudah.
“Selama pembangunan IKN pasti kendaraan berat sering lalu lalang di jalan. Ini perlu jadi perhatian pemerintah,” ujar dia dalam diskusi virtual, Rabu (6/4).
Baca Juga: Crowdfunding Bisa Jadi Alternatif Pendanaan IKN
Untuk mengatasi kendala akses jalan, pilihan akses terdekat untuk pintu masuk material konstruksi IKN adalah Pelabuhan ITCI Hutani Manunggal (IHM) dan Pelabuhan ITCI Kartika Utama. Keduanya memiliki jarak sekitar 8,2 kilometer (km) dan 25 km dari lokasi pembangunan tahap I IKN.
Namun, kondisi akses jalan menuju kedua pelabuhan tersebut masih belum siap untuk dilalui truk-truk berat. Pemerintah pun menargetkan rehabilitasi kondisi jalan, khususnya akses menuju pelabuhan IHM. Hingga akhir 2022, konstruksi jalan di Lingkar Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP) IKN membutuhkan investasi sekitar Rp 883 miliar.
Selain itu, struktur tanah di IKN juga kurang mendukung untuk menyerap air sehingga akses air bersih hanya bisa diperoleh dari bendungan. Pemerintah sendiri telah menyiasatinya dengan membangun Bendungan Sepaku Semoi yang ditargetkan rampung pada akhir 2023. Bendungan ini memiliki kapasitas pasokan air 2.000 liter per detik ditambah dengan pasokan air dari Sungai Sepaku.
Pemerintah juga merencanakan pembangunan Bendungan Batu Lepek, Selemayu, Safiak, dan Beruas, serta memanfaatkan pasokan air dari Sungai Mahakam untuk mendukung Bendungan Sepaku Semoi dalam memenuhi kebutuhan air bersih di IKN.
Dalam aspek kepelabuhan/kebandaraan/pergudangan IKN sebenarnya tidak terlalu banyak pekerjaan rumah. Untuk mendukung konstruksi setidaknya ada 5 pilihan alternatif seperti Pelabuhan IHM, Pelabuhan IKU, dermaga bekas pembangunan Jembatan Pulau Balang, Dermaga Pantai Lango, dan Pelabuhan Buluminung.
“Sebenarnya tidak semua pelabuhan ini milik pemerintah. Tapi pemerintah bisa lakukan upaya lobbying untuk penggunaannya,” ungkap Denny.
Baca Juga: Intip Strategi Indocement (INTP) Mencuil Peluang Pembangunan Ibu Kota Negara
Ketika IKN sudah mulai dihuni oleh aparatur negara, impor barang konsumsi, bahan mentah, dan barang modal bisa dilakukan melalui Terminal Peti Kemas (TPK) Kariangau yang berkapasitas 300.000 TEUs per tahun, TPK Palaran yang berkapasitas 130.000 TEUs per tahun, dan Pelabuhan Semayang.
Terkait tantangan jalur penghubung dengan wilayah lain, pemerintah juga perlu merencanakan pengembangan kawasan-kawasan industri, khususnya industri manufaktur di sekitar IKN. Hal ini mengingat prinsip bahwa logistik di jalur darat, laut, dan udara baru akan berkelanjutan ketika skala ekonomi dari perdagangan antar wilayahnya secara bisnis sudah menarik
Namun demikian, saat ini kawasan-kawasan di sekitar IKN masih didominasi oleh kawasan industri pertambangan dengan nilai tambah rendah. Kondisi seperti itu akan menciptakan fenomena ketidakseimbangan kargo ketika IKN sudah mulai dihuni.
Alhasil, logistik IKN akan terus bergantung ke pelabuhan di Balikpapan dan Palaran yang jarak dan ongkos logistiknya relatif lebih jauh dan lebih mahal.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News