kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Tahun lalu, BRI meraup laba senilai Rp 18,660 triliun


Sabtu, 30 Januari 2021 / 17:00 WIB
Tahun lalu, BRI meraup laba senilai Rp 18,660 triliun

Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pandemi benar memukul ekonomi, tak terkecuali buat industri perbankan. Bank terbesar di tanah air, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) mencatatkan penurunan laba sampai 45,8% sepanjang tahun lalu.

Meski demikian, tren penurunan sejatinya telah dilampaui pada kuartal 2-2020, setelahnya laba kuartalan BRI kembali tumbuh positif.

Dari laporan keuangan BRI tercatat tahun lalu BRI meraup laba senilai Rp 18,660 triliun, terkontraksi 45,8% (yoy) dibandingkan 2019 senilai Rp 34,414 triliun.

Adapun laba paling kecil dicatat BRI pada kuartal II-2020 senilai Rp 2,031 triliun merosot 75,14% (qoq) dibandingkan kuartal I-2020 senilai Rp 8,170 triliun.

Sementara pada kuartal III-2020 senilai Rp 3,953 triliun atau tumbuh 94,6% (qoq), dan kuartal IV-2020 Rp 4,507 triliun dengan pertumbuhan 14,01% (qoq).

Baca Juga: Tahun ini, BRI anggarkan capex untuk pengembangan IT sebesar Rp 3,5 triliun

“Kami pernah satu bulan sama sekali tidak mendapat laba, karena seluruh sumber daya kami alokasikan untuk restrukturisasi. Namun mulai kuartal III-IV sudah mulai tumbuh positif kembali,” ungkap Direktur Utama BRI Sunarso dalam paparan publik, Jumat (29/1).

Salah satu penyebab tergerusnya laba perseroan akibat aksi pemupukan pencadangan yang cukup tinggi. Sampai akhir tahun lalu, BRI telah berhasil membentuk pencadangan hingga Rp 64,1 triliun atau setara 248,0% dari nilai non performing loan (NPL).

Sunarso menambahkan besarnya rasio pencadangan yang dibentuk perseroan dilakukan agar perseroan kelak bisa melakukan mitigasi risiko dengan baik.

Maklum, bank terbesar di tanah air ini juga menjadi bank dengan nilai restrukturisasi kredit imbas pandemi paling tinggi, nilainya mencapai Rp 186,6 triliun ini setara 21,2% dari portofolio kreditnya.



TERBARU

×