kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45927,64   6,18   0.67%
  • EMAS1.325.000 -1,34%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Studi baru di China: Muatan virus pada pasien terpapar varian Delta lebih tinggi


Kamis, 09 September 2021 / 13:13 WIB
Studi baru di China: Muatan virus pada pasien terpapar varian Delta lebih tinggi
ILUSTRASI. Orang-orang yang memakai masker pelindung berjalan, menyusul kasus baru penyakit virus corona atau COVID-19, di Shanghai, China, 5 Agustus 2021. REUTERS/Aly Song.

Reporter: SS. Kurniawan | Editor: S.S. Kurniawan

KONTAN.CO.ID - Sebuah studi baru-baru ini di China menemukan viral load atau muatan virus yang lebih tinggi pada pasien yang terinfeksi virus corona varian Delta dibanding yang terpapar non-variant of concern (VOC). 

Selain itu, Penelitian tersebut menunjukkan, risiko penularan prasimptomatik atau sebelum muncul gejala yang lebih tinggi pada pasien yang terinfeksi virus corona varian Delta ketimbang non-VOC.

Pembaruan Epidemiologi Mingguan COVID-19 dari WHO yang terbit Selasa (7/9) menyebutkan, studi itu mengidentifikasi 167 pasien yang terinfeksi varian Delta dalam wabah di Guangdong, China. Estimasi rata-rata periode laten dan masa inkubasi masing-masing 4 dan 5,8 hari.

Studi di negeri tembok raksasa tersebut menunjukkan viral load yang relatif lebih tinggi pada 167 pasien kasus Delta dibanding 49 pasien kasus non-variant of concern

Baca Juga: Meski kasus tinggi, Korea Selatan siap hidup lebih normal dengan COVID-19

Selain itu, studi tersebut juga menemukan tingkat transmisi sekunder di antara kontak dekat kasus Delta adalah 73,9% dari penularan yang terjadi sebelum gejala timbul. 

"Kasus tanpa vaksinasi atau dengan vaksinasi dosis tunggal lebih mungkin menularkan infeksi ke kontak mereka dibanding mereka yang sudah menerima dua dosis vaksinasi," sebut WHO.

Meskipun penelitian ini memberikan wawasan tentang perbedaan masa inkubasi dan transmisi sekunder varian Delta, ini adalah temuan awal khusus untuk satu wabah. "Studi lebih lanjut akan membantu," kata WHO.

Selanjutnya: Semakin mengamuk, Singapura catat rekor kasus harian COVID-19 dalam 1 tahun terakhir 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

×