kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.902.000   8.000   0,42%
  • USD/IDR 16.254   0,00   0,00%
  • IDX 7.005   61,45   0,88%
  • KOMPAS100 1.020   9,19   0,91%
  • LQ45 779   10,37   1,35%
  • ISSI 230   -0,09   -0,04%
  • IDX30 401   6,24   1,58%
  • IDXHIDIV20 465   9,72   2,14%
  • IDX80 115   1,11   0,98%
  • IDXV30 116   1,36   1,19%
  • IDXQ30 129   1,78   1,39%

Solusi Jika Tarif AS Tetap Tinggi: INDEF Sarankan Kurangi Ekspor dan Cari Pasar Baru


Jumat, 11 Juli 2025 / 02:45 WIB
Solusi Jika Tarif AS Tetap Tinggi: INDEF Sarankan Kurangi Ekspor dan Cari Pasar Baru
ILUSTRASI. Ekonom INDEF, Tauhid Ahmad, soroti sikap AS yang pertahankan tarif impor 32% ke Indonesia. Kurangi ekspor ke AS dan cari pasar baru jadi solusi.? FOTO: Presiden AS Donald Trump memberi isyarat saat konferensi pers pada puncak NATO di Den Haag, Belanda, 25 Juni 2025.

Reporter: Lydia Tesaloni | Editor: Hasbi Maulana

KONTAN.CO.ID - JAKARTA – Amerika Serikat (AS) tetap mempertahankan tarif impor sebesar 32% terhadap Indonesia, meskipun serangkaian negosiasi telah dilancarkan oleh pemerintah Indonesia.

Keputusan ini menimbulkan pertanyaan dan analisis dari para pakar ekonomi.

Analisis Ekonom: Permintaan AS Dinilai Berlebihan

Tauhid Ahmad, Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), menilai bahwa keputusan Presiden AS Donald Trump untuk mempertahankan tarif tinggi ini mencerminkan adanya permintaan yang lebih besar dari tawaran yang diajukan pemerintah Indonesia selama proses negosiasi.

“Awal mula tarif tinggi itu kan karena Trump menyatakan Indonesia sudah mengambil keuntungan besar dari surplus dagang bertahun-tahun. Apa yang dinegosiasikan oleh pemerintah berarti kurang menurut mereka, kalau masih ditolak,” papar Tauhid kepada Kontan, Rabu (9/7).

Baca Juga: Update Grafik Harga Emas Antam, Hari Ini Menunjuk Kemana? (10 Juli 2025)

Tauhid menambahkan, sikap AS ini menunjukkan bahwa Paman Sam tidak hanya ingin neraca perdagangan kedua negara sebatas berimbang (balance), melainkan ingin mendapatkan surplus dagang yang lebih besar dari Indonesia.

Sebelumnya, keputusan AS mengenakan tarif impor tinggi ini diketahui berdasarkan defisit neraca dagang sebesar US$ 19,8 miliar yang dialami AS dari Indonesia.

Untuk mengatasi defisit tersebut dan meluluhkan AS, pemerintah Indonesia telah menawarkan berbagai kerja sama bilateral.

Beberapa di antaranya meliputi:

  • Kerja sama Pertamina dengan perusahaan energi AS senilai US$ 34 miliar.
  • Proyek mineral kritis.
  • Pengalihan impor energi ke AS.

Selain itu, Tauhid juga menyoroti upaya lain seperti relaksasi kewajiban Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) terhadap sejumlah produk AS. Namun, berbagai upaya ini belum mampu membuat AS melunak.

Menurut Tauhid, sikap AS ini sudah berlebihan. “Permintaannya bisa memberi dampak yang besar bagi ekonomi Indonesia nantinya,” tegasnya.

Baca Juga: Indosat (ISAT) Luncurkan Vision AI: Kamera Pengawas Berbasis AI untuk Bisnis Modern

Strategi Negosiasi dan Solusi Alternatif

Menanggapi upaya negosiasi lanjutan pemerintah, Tauhid Ahmad menilai pemerintah perlu lebih selektif dalam tawarannya.

“Menerima impor energi, pangan, itu masih mungkin dilakukan. Tapi jangan menyerahkan yang sangat penting buat fundamental ekonomi seperti TKDN,” katanya.

Namun, selain itu, Tauhid mengemukakan solusi yang lebih fundamental: pemerintah dapat mengakali surplus dagang yang dikeluhkan AS justru dengan mengurangi ekspor ke negara tersebut.

“Ini bisa jadi langkah menempuh keseimbangan neraca dagang yang sederhana,” tekan Tauhid.

Baca Juga: PRUSmart Plan, Asuransi Jiwa Baru Menengah ke Atas Potensi Manfaat hingga 920%​

Dengan berkurangnya ketergantungan ekspor ke AS, surplus dagang yang dinikmati Indonesia akan otomatis menurun.

Sebagai gantinya, Indonesia disarankan untuk mulai menyasar pasar-pasar baru. Untuk produk seperti tekstil, Tauhid menyebut Indonesia bisa memilih pasar alternatif ke negara-negara seperti Jerman, India, dan China.

Tauhid memprediksi bahwa peluang Indonesia untuk mendapatkan pengurangan tarif masih terbuka, namun pengurangan itu kemungkinan tidak akan terlalu besar.

Pasalnya, tawaran yang sudah sangat banyak selama ini saja belum mampu meluluhkan AS, dan menambah tawaran lagi dinilai terlalu berisiko bagi kepentingan fundamental ekonomi Indonesia.

“Yang diminta Trump untuk kita penuhi, yang kita berikan ke Amerika, pada akhirnya merugikan Indonesia juga jika terus ditambahkan,” pungkas Tauhid.

Selanjutnya: Daftar Promo HUT BNI ke-79 Juli 2025, Diskon dan Bonus Menarik Tomoro hingga HokBen

Menarik Dibaca: Daftar Promo HUT BNI ke-79 Juli 2025, Diskon dan Bonus Menarik Tomoro hingga HokBen

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
[Intensive Workshop] AI-Driven Financial Analysis Executive Finance Mastery

×