Reporter: Dimas Andi | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah akan segera menerapkan pajak karbon pada sektor Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) mulai 1 Juli 2022. Para pengembang PLTU pun mesti bersiap menghadapi aturan tersebut.
Di tahap pertama, pemerintah berencana menetapkan tarif pajak karbon sebesar Rp 30 per kilogram CO2 atau setara US$ 2,1 per ton CO2. Lantas, seperti apa respons perusahaan pengembang PLTU?
Presiden Direktur PT Adaro Power Dharma Djojonegoro mengaku, PLTU yang Adaro Power bangun menggunakan teknologi mutakhir yang memungkinkan emisi yang dihasilkan masih di bawah ambang batas karbon yang ditentukan. Alhasil, Adaro Power tidak akan terkena pajak karbon.
Baca Juga: Kementerian ESDM Dorong PLN untuk Terus Tingkatkan Efisiensi Demi Tekan BPP Listrik
“Tetapi, kami akan senantiasa mencari cara untuk dapat menurunkan emisi karbon,” ujar dia, Selasa (14/6).
Adaro Power sebagai kontraktor pemerintah dan anak usaha PT Adaro Energy Tbk (ADRO) yang merupakan perusahaan publik telah berkomitmen untuk menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik, termasuk selalu patuh terhadap aturan yang berlaku.
Saat ini, Adaro Power tengah menggarap proyek PLTU Bhimasena Power Indonesia di Batang, Jawa Tengah yang berkapasitas 2x1.000 megawatt (MW). Hingga kuartal I-2022, progres proyek PLTU ini telah mencapai 97,4%. Dalam berita sebelumnya, pembangkit ini baru akan selesai pembangunannya pada akhir 2022.
Sebelum PLTU Batang, Adaro Power juga telah memiliki PLTU Tanjung Power Indonesia di Tabalong, Kalimantan Selatan dengan kapasitas 2x100 MW.
Di tengah rencana penerapan pajak karbon, Dharma menyebut bahwa Adaro Power juga terus berperan aktif dalam proyek energi terbarukan untuk memperoleh bauran energi yang seimbang dalam portofolio bisnis perusahaan.
“Adaro Power terus pelajari proyek-proyek energi terbarukan, misalnya biomassa, angin, dan panel surya,” terang dia.
Mengutip situs resmi Adaro Energy, pihak Adaro Power telah menambah kapasitas Solar PV di Terminal Khusus Batubara Kelanis menjadi 598 kWp pada tahun lalu. Solar PV ini dapat menghasilkan listrik sekitar 749 MWh per tahun.
Baca Juga: PLN Catat Efisiensi Rp 37 Triliun dari Renegosiasi Jadwal Operasi Pembangkit Listrik
Sementara itu, Manajemen PT United Tractors Tbk (UNTR) belum bisa berkomentar lebih lanjut terkait rencana pengenaan pajak karbon lantaran aturannya masih tergolong baru. “Perlu penelahaan lebih lanjut,” kata Sekretaris Perusahaan United Tractors Sara K Loebis, hari ini (14/6).
United Tractors memiliki 25% kepemilikan saham di PLTU Tanjung Jati B unit 5 dan 6 di Jepara, Jawa Tengah. PLTU ini memiliki kapasitas sebesar 2x1.000 MW. Progres pengerjaan proyek ini sudah mencapai 99% dan dijadwalkan dapat Commercial Operation Date (COD) pada awal tahun 2022.
Namun, merujuk berita sebelumnya, PLN disebut telah melakukan renegosiasi COD PLTU miliki beberapa Independent Power Producers (IPP), termasuk untuk PLTU Tanjung Jati B unit 5 dan 6.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News