kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.482.000   11.000   0,75%
  • USD/IDR 15.490   -65,00   -0,42%
  • IDX 7.496   -47,74   -0,63%
  • KOMPAS100 1.161   -10,37   -0,89%
  • LQ45 930   -7,66   -0,82%
  • ISSI 225   -1,75   -0,77%
  • IDX30 479   -4,07   -0,84%
  • IDXHIDIV20 576   -4,59   -0,79%
  • IDX80 132   -1,10   -0,82%
  • IDXV30 142   -0,97   -0,68%
  • IDXQ30 160   -1,14   -0,70%

Soal Impor Kereta Bekas, Pengamat Transportasi: KAI Harus Cari Alternatif Lain


Kamis, 13 April 2023 / 10:55 WIB
Soal Impor Kereta Bekas, Pengamat Transportasi: KAI Harus Cari Alternatif Lain

Reporter: Ferry Saputra | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Impor kereta bekas dari Jepang sepertinya menuai polemik yang tak kunjung usai. Dikabarkan Kementerian BUMN tetap mengusulkan untuk melakukan impor kereta bekas Jepang meski mendapat penolakan dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pengembangan (BPKP). Adapun belum lama ini, PT INKA dan PT KAI juga telah resmi meneken kontrak pengadaan kereta rel listrik baru.

Terkait hal itu, Pengamat Transportasi dari Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno menyampaikan sebenarnya PT INKA sudah ingin memproduksi kereta sendiri di dalam negeri. Namun, permasalahannya PT INKA sendiri tak bisa tiba-tiba langsung jadi barangnya. Menurutnya, mereka membutuhkan proses yang tak sebentar.

Oleh karena itu, PT KAI harus mencari alternatif lain sejalan dengan kebutuhan penambahan kereta yang begitu tinggi guna mengurai kepadatan penumpang di stasiun.

Djoko menerangkan selama masa pandemi Covid-19, PT KAI sebenarnya juga mengalami kesulitan keuangan kalau memang ingin membeli baru sehingga melirik impor kereta bekas Jepang. Dia pun memprediksi jika memang jadi membeli kereta baru, kemungkinan baru bisa beli pada 2025.

Baca Juga: Kementerian PUPR Terus Tingkatkan Kemantapan Jalur Pantura

"Sementara pada 2023 dan 2024, KAI menyebut ada sejumlah kereta yang harus diganti. Dengan demikian, jalan tengahnya, ya, impor bekas terlebih dahulu, kemudian nanti beli baru," ucap dia kepada KONTAN.CO.ID, Rabu (12/4).

Mengenai impor kereta bekas asal Jepang, Djoko menilai hal itu tentu akan memengaruhi tarif kereta rel listrik (KRL) yang mana semestinya harus naik. Sebab, sudah lama juga tarif tak mengalami kenaikan, terakhir terjadi pada 2016. 

Selain itu, Public Service Obligation (PSO) yang mana telah berlaku sebenarnya masih bisa disiasati dan antisipasinya tentu diperuntukkan bagi kereta commuter

"Jadi, solusinya bisa saja commuter setiap Sabtu hingga Minggu bisa dikurangi atau dihilangkan subsidinya karena kebanyakan orang menggunakan untuk jalan-jalan bukan untuk pulang pergi kerja. Dengan demikian, tak tepat sasaran," tuturnya.

Djoko menerangkan pengurangan subsidi bagi commuter untuk Sabtu hingga Minggu mungkin bisa diberlakukan sampai 30%.  Sementara itu, apabila memang PT KAI kekeh membeli baru nantinya, tentu PSO-nya mesti ditambah. Sebab, harga beli baru itu 20 kali lipat. 

"Kalau dahulu itu pernah hibah, terus disuruh bawa sendiri dengan ongkos mencapai Rp 1 miliar, kemudian dilihat orang Indonesia, kok, ingin hibah, terus jadinya sekarang ongkos Rp 1,6 miliar," ujarnya.

Djoko menyampaikan tentu hibah atau beli bekas akan menguntungkan bagi PT KAI. Sebab, kalau beli baru saja, satu rangkaian 12 kereta itu sekitar Rp 271 miliar. Oleh karena itu, biaya operasional ditinggikan apabila jadi membeli baru. Dampaknya, membuat tarif kereta juga bisa naik.

Baca Juga: Temas (TMAS) Targetkan Pendapatan Rp 5,39 Triliun di Sepanjang 2023

"Tentu akan berderet dampaknya, risiko pasti ada," kata dia.

Djoko mencontohkan semisal kereta Jabodebek itu kalau tidak dapat PSO, tentu tarifnya Rp 50 ribu. Sebaliknya, jika dapat, mungkin 12-15 ribu. Terkait hal itu, dia menyarankan agar pemerintah bisa mengatur ulang tarif. 

Di sisi lain, dia berpendapat kondisi impor kereta bekas atau baru tentu tak akan berdampak terhadap penumpang. Sebab, mereka lebih memprioritaskan operasional kereta.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

×