Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengakui saat ini penyusunan daftar inventarisasi masalah (DIM) untuk Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET) masih terganjal persoalan skema power wheeling.
Power wheeling adalah pemanfaatan bersama jaringan tenaga listrik, merupakan sebuah mekanisme yang dapat memudahkan transfer energi listrik dari sumber energi terbarukan atau pembangkit non-PLN ke fasilitas operasi perusahaan dengan memanfaatkan jaringan transmisi yang dimiliki dan dioperasikan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN).
Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) sekaligus Plt. Dirjen Ketenagalistrikan Dadan Kusdiana menyatakan, masih ada satu isu yang dibahas dalam menyusun DIM RUU EBET yaitu soal power wheeling.
Baca Juga: RUU EBET Masih Mandek, Anggota Komisi VII DPR Beberkan Masalahnya
“Kan pemerintah punya usulan untuk memasukkan isu aspek power Wheeling di RUU EBET. Nah ini belum sepakat lah di pemerintah dari Kementerian Keuangan masih melihat mungkin itu ada sisi yang merugikan gitu,” jelasnya saat ditemui di Kementerian ESDM, Jumat (21/10).
Dadan menjelaskan lebih lanjut dengan sistem ketenagalistrikkan Indonesia menurut Kementerian keuangan masih kelebihan pasokan sehingga dianggap tidak sejalan dengan kondisi saat ini. Namun di lain pihak Kementerian ESDM melihatnya itu adalah hal yang berbeda.
“Bagi kami itu tidak ada kaitannya antara excess supply dengan power wheeling. Kalau kelebihan pasokan listrik ini kan asalnya dari (pembangkit) sekarang eksisting ya jangan kebanyakan dari batubara,” ujarnya.
Sedangkan, power wheeling ini hanya untuk listrik dari sumber energi terbarukan sehingga berbeda.
Sebelumnya, Dadan pernah menjelaskan pada Kontan.co.id, skema power wheeling diharapkan dapat mendorong pengembangan industri hijau melalui penyediaan energi dengan inisiatif dari kalangan industri sendiri. Nantinya industri dapat menyalurkan listriknya melalui jaringan PLN atau dengan kata lain melalui skema sewa jaringan PLN.
Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto mengungkapkan saat ini Pemerintah baru sebatas mengirimkan surat presiden (surpres) tanpa dilengkapi dengan daftar isian masalah (DIM).
Berdasarkan ketentuan UU Pembentukan Perundang-Undangan, dalam waktu paling lambat 60 hari, Presiden harus sudah memberikan surat presiden dan daftar isian masalah ke DPR.
Baca Juga: Komisi VII DPR RI Harapkan UU EBET Bisa Rampung Sebelum KTT G20
Tapi terkait RUU EBET ini, Pemerintah baru mengirimkan surpres tanpa disertai DIM. Padahal batas waktu sudah melebihi dari 60 hari. Mulyanto menyatakan tanpa adanya DIM pembahasan RUU EBET belum bisa dilanjutkan.
"Yang datang hanya surpres tanpa dilampiri DIM. Ini kan sama juga bohong. Sebab, tanpa adanya DIM, apa yg bisa dibahas? Tidak bisa dilanjutkan pembahasan RUU EBET ini. Secara sederhana dapat diartikan pemerintah tidak punya kehendak untuk membentuk RUU EBET ini," tandas Mulyanto.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News