Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pengembangan energi terbarukan (ET) memiliki berkontribusi paling besar dalam upaya menurunkan emisi dan gas rumah kaca. Karena itu, Direktur Utama PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) Hilmi Panigoro menyebut sejumlah saran untuk pemerintah agar investasi di sektor energi bersih bisa lebih menarik dan dilirik investor.
Menurut Hilmi, pengembangan ET tidak mungkin seluruhnya dilakukan oleh negara. Sehingga, dibutuhkan partisipasi dari swasta dalam bentuk investasi.
Lebih lanjut, Hilmi menegaskan bahwa karakteristik investasi sektor ET cukup unik dibandingkan investasi energi fosil. "Di renewabe ini memang karakternya agak berbeda. Dia perlu investasi besar di depan, tapi setelah itu feedstock (bahan baku)-nya gratis," kata dia dalam acara daring yang digelar hari ini (28/1).
Baca Juga: Komisi VII DPR targetkan UU EBT rampung pada Oktober 2021
Hilmi mencontohkan, investasi panas bumi yang membutuhkan biaya sekitar US$ 4 juta - US$ 5 juta untuk setiap Megawatt (MW). Sedangkan untuk pembangkit berbahan bakar gas investasinya bisa di bawah US$ 1 juta per MW.
"Tapi bedanya feedstock gas mahal, steam (panas bumi) murah. Begitu juga dengan energi matahari (PLTS), di depan investasi agak mahal, tapi setelah itu gratis," ungkap Hilmi.
Dia pun menyarankan agar pemerintah bisa membuat pengaturan tarif yang bisa mengakomodasi karakteristik investasi ET tersebut. Misalnya, dengan membuat tarif yang menurun untuk setiap periodenya dibanding saat awal beroperasi. Dengan begitu, rata-rata harga listrik bisa lebih murah.
"Kuncinya pemerintah harus keluar dari sistem tarif, untuk bisa mengakomodasikan keadaan seperti itu. Mungkin tarif agak tinggi di depan, setelah itu drop. Sehingga rata-rata tetap mendapatkan harga listrik yang relatif murah," terang Hilmi.
Hingga tahun 2050, porsi energi fosil diproyeksikan masih dominan. Oleh sebab itu, iklim investasi ET harus dibuat semenarik mungkin agar bisa berkembang secara kapasitas dan kompetitif dengan energi fosil.
Selama diberikan tingkat pengembalian investasi (return) yang wajar, Hilmi memastikan para pelaku usaha akan siap berkompetisi dan berlomba-lomba untuk menanamkan investasinya.
Guna membuat iklim investasi lebih menarik, dia menyarankan agar pemerintah bisa berani lebih fleksibel dalam menerapkan ketentuan fiskal. Menurutnya, fleksibilitas fiskal ini penting baik dalam investasi sektor migas maupun ET.
Sebab, karakteristik setiap jenis proyek bisa berbeda-beda. "Seperti tarif, tidak ada fiskal terms yang one size for all. Jadi kita harus berani kerja lebih keras untuk investasi ini case by case based," sebut Hilmi.
Baca Juga: Kementerian ESDM: Mega proyek 35.000 MW berpotensi molor ke 2030
Tak hanya soal tarif, kebijakan fiskal yang menarik juga harus ada untuk perpajakan, depresiasi, dan investment credit. "Semua digabung sedemikian rupa, sehingga untuk setiap investasi yang akan ditawarkan memberikan return yang memadai," pungkas Hilmi.
Sebagai informasi, MedcoEnergy Group mengembangkan energi terbarukan melalui PT Medco Power Indonesia. Sebelumnya, Hilmi menyampaikan bahwa ke depan, energi yang sampai kepada konsumen akan banyak dalam bentuk listrik, termasuk untuk kendaraan pribadi dan transportasi publik.
Medco Power menjadi bagian dari strategi MEDC dalam transisi berbasis energi terbarukan. "Listrik ini adalah energi masa depan. Kita harus make sure, bauran renewable lebih besar. Walaupun itu akan berjalan secara bertahap," kata Hilmi dalam media gathering yang digelar secara daring, akhir tahun lalu.
Selanjutnya: Kembali masuk LQ45, ini rekomendasi saham Chandra Asri (TPIA) dan Medco Energi (MEDC)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News