Reporter: Filemon Agung | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah perusahaan batubara secara perlahan mulai melirik potensi bisnis industri nikel baik sisi hulu maupun hilir.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) Meidy Katrin Lengkey mengungkapkan, tren peralihan investasi dari sektor pertambangan khususnya batubara ke nikel memang kian tinggi.
"Kita melihat pada Paris Agreement maupun (tren) energi baru terbarukan (EBT) secara demand dunia dimana mewajibkan 2025 (mengarah) ke EBT. Karena ada kebutuhan mau gak mau pengusaha harus bertindak lebih cepat mengakomodir kebutuhan dunia," ungkap Meidy kepada Kontan, Selasa (10/5).
Meidy mengungkapkan, dengan sumber daya bijih nikel Indonesia yang besar maka minat investasi kian tinggi. Apalagi nikel menjadi salah satu bahan baku untuk pembuatan baterai listrik.
Baca Juga: Indo Tambangraya (ITMG) Targetkan Volume Penjualan Batubara Naik Dibanding Tahun Lalu
Menurutnya, tren investasi baik di sektor hulu maupun hilir nikel berpotensi meningkat baik di tahun ini maupun di tahun-tahun mendatang.
Direktur dan Sekretaris Perusahaan PT Bumi Resources Tbk (BUMI) Dileep Srivastava mengungkapkan, pihaknya juga tengah mengkaji potensi bisnis dari sektor non batubara. "Perusahaan masih mempelajari potensi bisnis ke industri pertambangan non batubara dan industri pengolahannya, termasuk juga opsi ke nikel," ungkap Dileep kepada Kontan, Selasa (10/5).
Sementara itu, langkah ekspansi tercatat sudah dilakukan oleh sejumlah perusahaan batubara. Sebagai contoh, PT Adaro Energy Tbk (ADRO) melalui PT Alam Tri Abadi (anak perusahaannya) melakukan transaksi pembelian saham PT Cita Mineral Investindo Tbk (CITA).
Dalam transaksi yang dilakukan pada 14 Desember 2021 tersebut, Alam Tri Abadi membeli 145,60 juta saham CITA atau setara 3,7%. Transaksi ini bernilai Rp 358,76 miliar.
Selain itu, Dalam keterbukaan informasi di laman Bursa Efek Indonesia, Senin (9/5), PT Harum Energy Tbk (HRUM) melalui anak usahanya yakni PT Harum Nickel Industry (HNI) mengambil bagian atas 250.000 saham baru dalam PT Westrong Metal Industry.
Baca Juga: Kementerian ESDM Minta Pelaku Usaha Nikel Ikuti Ketentuan Harga Patokan Mineral
Jumlah ini mewakili 20% dari total modal yang ditempatkan dan disetor PT Westrong Metal Industry, dengan harga pengambilan bagian saham sebesar US$ 75 juta.
“Tujuan dari transaksi yang dilakukan Harum Energy adalah untuk lebih mengembangkan dan memperluas kegiatan usaha ke industri nikel yang merupakan realisasi dari strategi diversifikasi usaha jangka panjang,” tulis Direktur Utama Harum Energy, Ray Antonio Gunara, Senin (9/5).
Smelter ini memiliki kapasitas produksi tahunan antara 44.000 sampai 56.000 ton nikel dalam bentuk feronikel/nickel pig iron.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News