kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45906,64   6,79   0.75%
  • EMAS1.395.000 0,87%
  • RD.SAHAM 0.17%
  • RD.CAMPURAN 0.09%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.03%

Sebagian Proyek Pembangkit EBT RUPTL 2021-2030 Sudah Mulai Beroperasi


Sabtu, 08 Juli 2023 / 07:45 WIB
Sebagian Proyek Pembangkit EBT RUPTL 2021-2030 Sudah Mulai Beroperasi

Reporter: Muhammad Julian | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sebagian proyek-proyek pembangkit energi baru terbarukan (EBT) sudah mulai beroperasi. Direktur Mega Proyek dan EBT, Wiluyo Kusdwiharto, mengungkapkan bahwa sejumlah pembangkit dengan total kapasitas 0,8 gigawatt (GW) telah memasuki tahapan commercial operation date (COD).

Sementara itu, sebanyak 5,4 GW proyek pembangkit EBT lainnya sudah peroleh Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (PJBTL) dan dalam tahap proses konstruksi, 1,2 GW dalam proses lelang, 5,6 GW dalam proses studi, dan 7,9 GW dalam tahap pemetaan dan perencanaan.

“Tapi (target) 20,9 GW insya Allah akan kita selesaikan sampai 2030. Artinya sudah terlelang, sudah terkontrak, tinggal konstruksinya saja,” ujar Wiluyo di Jakarta, Rabu (5/7).

Baca Juga: Ini Dampak RUU EBT Terhadap Emiten Energi Baru Terbarukan

Seperti diketahui, pemerintah dan PLN mencanangkan penambahan pembangkit sebesar 20,9 GW dalam kurun waktu 2021-2030 dalam RUPTL 2021. Jumlah tersebut setara kurang lebih 51,6% dari total penambahan pembangkit yang dicanangkan dalam RUPTL 2021-2030, sisanya merupakan pembangkit berbasis fosil.

Dari target 20,9 GW tersebut, sebanyak 10,4 GW di antaranya menggunakan energi berbasis hidro, 3,4 GW panas bumi,0,6 GW  bioenergi , 5 GW  angin dan Fotovoltaik,  serta 1,5 GW sumber EBT lainnya.

Berdasarkan materi Diseminasi RUPTL 2021-2030 tertanggal 5 Oktober 2021, sebanyak 56,3% dari proyek pembangkit EBT RUPTL 2021-2030 direncanakan dikembangkan oleh swasta, sedang 43,7% sisanya oleh PLN sendiri.

Baca Juga: IESR: Eksekusi Transisi Energi di Indonesia Membutuhkan Dana Besar

Ketua Umum Asosiasi Panas Bumi Indonesia (API), Priyandaru Effendi, mengatakan bahwa pengembangan panas bumi bisa dipacu jika internal rate of return (IRR) bisa berada di angka 12%-14%.

“Intinya keekonomian ini IRR yang sebanding antara risiko sama return, sama reward. Jadi dengan risiko sebesar itu berapa sih Sekarang IRR yang diperlukan, kalau asosiasi mengusulkan di dalam surat kita IRR 12-14%,” ujarnya saat dihubungi Kontan.co.id (7/7).

Di lain pihak, persoalan harga, menurut Priyandaru, masih menjadi tantangan bagi pengembangan panas bumi. Penentuan harga  berdasarkan kapasitas pembangkit yang berlaku saat ini, menurut Priyandaru, masih kurang menarik. 

“(Bagusnya) kembalikan ke aturan Permen 17 Tahun 2014 lah, berdasarkan avoided cost, itu yang menurut kita paling konstruktif, karena itu satu kan Permen yang diinisiatifkan oleh World Bank berdasarkan konsep avoided cost,” kata Priyandaru.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

×