Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BNI) mengungkapkan aksi korporasi rights issue yang direncanakan perseroan sebelumnya untuk digelar tahun ini belum pasti akan jadi dieksekusi tahun ini.
Rencana itu dinilai sudah tidak lagi memiliki urgensi atau mendesak karena rasio permodalan perseroan sudah cukup kuat yang ditandai dengan capital adequacy ratio (CAR) di level 19,9% pada akhir 2021, naik dari 16,8% pada tahun sebelumnya. CAR Tier I atau modal inti naik dari 15,7% ke 17,7%.
Vice President Investor Relations BNI Yudha Pradipta menjelaskan, dengan posisi CAR yang sudah kuat dan sama dengan perusahaan sejenis di industri (peers) maka right issue ini tidak lagi mendesak untuk dilakukan.
Apalagi ke depan, lanjutnya, BNI memproyeksikan perolehan laba perseroan akan semakin meningkat. Sehingga permodalan tidak lagi akan menjadi masalah mengingat sebagian laba bisa dialokasikan sebagai modal ditahan untuk mendukung modal dalam melakukan ekspansi bisnis.
"Rights issue belum pasti akan dilakukan tetapi untuk keputusan resminya akan kami disclose pada saatnya. Saat ini belum ada yang bisa kami afirmasi," kaya Yudha dalam paparan virtual, Senin (14/3).
Baca Juga: Bank Pelat Merah Masih Kuasai Mayoritas DPK Perbankan
Yudha bilang, BNI saat ini sedang melakukan diskusi dengan pemegang saham pengendali, terutama dengan Kementerian BUMN dan Kementerian Keuangan untuk membahas kelanjutan rights ini.
Sejauh ini, ungkapnya, pemerintah mendukung jika BNI tidak jadi melakukan rights issue sehingga alokasi penyertaan modal negara (PMN) yang direncanakan sebelumnya untuk BNI bisa dialokasikan untuk anggaran lainnya.
Dia menjelaskan, ada tiga latarbelakang awalnya yang melandasi BNI menjajaki opsi penambahan modal lewat rights issue tersebut.
Pertama, BNI sebagai bank sistemik berpandangan dengan modal yang tinggi maka perseroan akan memiliki nilai plus sehingga akan lebih kokoh menghadapi berbagai tantangan.
Kedua, CAR BNI setahun yang lalu masih di level 16%-17%. Jika dibandingkan dengaan ketentunan regulator, rasio kecukupan modal ini sudah jauh di atas ketentuan. Tetapi masih lebih rendah dibandingkan dengan Peers.
Dari kondisi itu, BNI melakukan diskusi dengan lembaga pemeringkat rating internasional Standard & Poor's dan Moody's. Dua lembaga itu berpotensi menurunkan rating investasi Indonesia akibat dampak pandemi Covid-19.
"Jika mereka terpaksan menurunkan outlook ekonomi Indonesia maka dari antara bank besar, rating BNI berpotensi besar untuk terlebih dahulu diturunkan karena punya CAR lebih rendah dari Peers. BNI dianggap akan lebih duluan tidak kuat jika terjadi goncangan ekonomi besar," kata Yudha.
Ketiga, BNI memiliki fokus bisnis mengakuisisi debitur korporasi karena core bisnis perseroan memang sebagai corporate banking. Regulator memiliki ketentuan Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) kepada satu debitur.
Baca Juga: Kinerja Tumbuh Solid, Begini Prospek Saham Bank Negara Indonesia (BBNI)
"Dengan aturan BMPK misalnya 25% maka BNI dengan modal Rp 100 triliunan hanya bisa memberikan kredit ke satu debitur maksimal Rp 25 triliun. Sedangkan debitur korporasi kami bisa memiliki kebutuhan lebih tinggi dari itu. Sehingga kami perlu tambah modal agar bisa mendukung bisnis korporasi," jelas Yudha.
Dari tiga latar belakang itu, BNI mulai menkaji berbagai opsi penambahan modal, baik melalui penerbitan surat utang setara modal dan juga rights issue.
Tahun lalu, bank pelat merah ini sudah dua kali menerbitkan surat utang yakni Additional Tier-1 Capital Bond Tahun 2021 sebesar US$ 600 juta dan surta berharga setara modal tier I.
Dari dua penerbitan surat utang itu, BNI telah berhasil meningkatkan CAR ke level 19,7%, itu sudah setara dengan peersnya. Sementara di saat yang sama opsi rights issue juga terus dijajaki karena memang aksi korporasi seperti itu membutuhkan proses yang panjang yakni mesti melalui persertujuan pemerintah dan juga DPR.
Sejauh ini, lanjut Yudha, rights issue itu sebetulnya sudah mendapat persetujuan dari DPR. Pemerintah juga telah memiliki komitmen mendukung rights issue BNI sebesar Rp 3,5 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News