Sumber: Reuters | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - SINGAPURA. Program vaksinasi COVID-19 di China dan India akan diperpanjang hingga akhir 2022 karena besarnya populasi. Sementara, lebih dari 85 negara miskin tidak akan memiliki akses luas ke vaksin sebelum 2023, sebuah penelitian menunjukkan pada Rabu.
Sementara perkembangan pesat vaksin telah meningkatkan harapan untuk diakhirinya pandemi selama setahun, kekhawatiran tentang distribusi yang tidak merata juga meningkat karena masalah produksi dan kesepakatan bilateral yang besar antara negara-negara kaya dan produsen obat.
Presiden AS Joe Biden mengatakan pada hari Selasa bahwa Amerika Serikat bertujuan untuk mendapatkan tambahan 200 juta dosis vaksin COVID-19 dari Pfizer dan mitranya BioNTech dan Moderna Inc pada musim panas.
Di Eropa, Komisi Eropa sedang menyiapkan proposal untuk membatasi ekspor vaksin COVID-19 di tengah rasa frustasi atas keterlambatan pengiriman vaksin AstraZeneca dan masalah pasokan lainnya. "Sebagian besar negara berkembang tidak akan memiliki akses luas sebelum 2023," kata Agathe Demarais, director of the Economist Intelligence Unit, divisi penelitian dari Economist Group, dalam studinya.
Baca Juga: Italia minta Uni Eropa tindak tegas Pfizer, ini penyebabnya
“Beberapa negara ini — terutama negara yang lebih miskin dengan profil demografis yang masih muda — mungkin kehilangan motivasi untuk mendistribusikan vaksin, terutama jika penyakit telah menyebar secara luas atau jika biaya terkait terbukti terlalu tinggi.”
Sebagian besar negara di Afrika tidak mungkin mendapatkan cakupan vaksinasi yang luas hingga awal 2023, sementara banyak negara Asia akan memiliki akses luas ke vaksin pada akhir 2022.
Laporan itu mengatakan pengiriman vaksin ke negara-negara miskin dengan skema berbagi vaksin global COVAX, yang didukung oleh Organisasi Kesehatan Dunia, mungkin lambat karena penundaan pengiriman ke negara-negara kaya terlebih dahulu dan infrastruktur yang buruk di negara berkembang.
COVAX mengatakan 1,8 miliar dosis akan diberikan ke 92 negara miskin pada tahun 2021 dan itu akan sesuai dengan sekitar 27% cakupan populasi di negara-negara tersebut.
Selanjutnya: Korea Selatan melaporkan lonjakan besar kasus COVID-19
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News