Reporter: Filemon Agung | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) memastikan langkah renegosiasi kontrak pembangkit dengan Independent Power Producer (IPP) memberikan efisiensi mencapai Rp 26 triliun.
Direktur Energi Primer PLN Rudy Hendra Prastowo mengungkapkan saat ini sudah ada 14 proyek dengan IPP yang mencapai kesepakatan untuk dinegosiasikan ulang. PLN sendiri menargetkan ada 34 proyek dapat dinegosiasikan ulang.
Adapun, efisiensi sebesar Rp 26 triliun bersumber dari 14 proyek yang sudah mencapai kata sepakat tersebut. Rudy belum bisa menyampaikan lebih detail potensi efisiensi yang bisa dicapai jika seluruh proyek sukses direnegosiasikan.
"Nilai sangat tergantung terhadap dari waktu Commercial Operation Date (COD) maupun Availability Factor (AF). Nilai (Rp 26 triliun) ini merupakan efisiensi dari batasan Take or Pay (TOP) yang dikenakan ke PLN," ujar Rudy kepada Kontan, Minggu (31/10).
Rudy menambahkan, PLN mengharapkan proses renegosiasi dapat rampung lebih cepat. Kendati demikian, perusahaan setrum pelat merah ini tidak menerapkan target khusus agar dapat rampung seluruhnya di tahun ini. Rudy menjelaskan, salah satu penyebabnya yakni proses renegosiasi melibatkan semua pihak termasuk pihak lender.
Baca Juga: PLN teken 13 perjanjian jual beli tenaga listrik dengan sektor industri dan bisnis
Kontan mencatat, langkah renegosiasi kontrak pembangkit dengan IPP dilakukan PLN salah satunya untuk menjaga tingkatan suplai listrik yang saat ini berlebih.
Wakil Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengungkapkan, renegosiasi kontrak dengan IPP dilakukan dalam setahun terakhir. Upaya renegosiasi ini pun sukses menciptakan efisiensi untuk PLN. "Nilai dari renegosiasi kami selama setahun ini adalah Rp 26 triliun. Ada yg diundur, ada yang dikurangi," ungkap Darmawan dalam Webinar Kompas Talks bersama PLN, Kamis (21/10).
Dia melanjutkan, PLN menargetkan efisiensi yang bisa dicapai dari renegosiasi kontrak dengan IPP mencapai Rp 60 triliun. Selain menghasilkan efisiensi, renegosiasi kontrak juga dinilai memberikan ruang bagi PLN untuk meningkatkan demand listrik mengingat kondisi oversupply saat ini.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa menilai langkah PLN untuk renegosiasi kontrak pembangkit dengan IPP patut diapresiasi. Langkah ini bakal memungkinkan jadwal COD sejumlah proyek tersebut untuk mundur 2 hingga 3 tahun dari jadwal semula.
"Bisa mengurangi tekanan PLN untuk membayar kontrak," kata Fabby ketika dihubungi Kontan, Minggu (31/10).
Fabby melanjutkan, langkah renegosiasi ini bahkan juga menguntungkan bagi IPP karena masih ada sejumlah proyek yang mengalami kendala finansial di tengah situasi pandemi covid-19. Kendati demikian, Fabby memastikan proses renegosiasi kontrak pembangkit ini jangan sampai mengganggu niatan PLN untuk mengeluarkan PLTU dari sistem kelistrikan pada 2054 mendatang.
Fabby menambahkan, untuk proyek yang nantinya masih terkendala pasca negosiasi dilakukan seharusnya bisa determinasi oleh PLN.
"(Proyek yang) tidak bisa COD sesuai tenggat hasil negosiasi seharusnya bisa determinasi oleh PLN, jadi tidak menjadi beban PLN. Ini harusnya sudah diperhitungkan di dalam RUPTL 2021-2030," pungkas Fabby.
Selanjutnya: PLN: Penyaluran kompensasi, stimulus dan subsidi listrik capai Rp 63,18 triliun
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News