Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kehadiran fintech p2p lending ilegal atau yang sering dikenal dengan pinjol ilegal masih merebak di kalangan masyarakat. Satgas Waspada Investasi (SWI) OJK sejak tahun 2018 hingga Juni 2021 ini mengaku telah memblokir 3.193 pinjol ilegal yang beredar di masyarakat.
Jika merujuk data Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo), sepanjang tahun 2021 sudah ada 447 fintech yang ditutup. Rinciannya, 191 fintech ditemukan melalui filesharing, 105 fintech melalui aplikasi, 76 fintech yang ada di media sosial, dan 75 fintech yang menjalankan operasinya di website.
Ketua Satgas Waspada Investasi OJK Tongam L. Tobing mengungkapkan, sejatinya pinjol bisa tidak menyengsarakan masyarakat karena membantu mendanai kebutuhan masyarakat. Ia merujuk pada data OJK yang saat ini jumlah nasabah fintech mencapai 60 juta dengan pinjaman dana akumulatif bisa mencapai sekitar Rp 150 triliun.
“Yang menyengsarakan itu kalau masyarakat masuk ke pinjol ilegal,” ujar Tongam dalam webinar, Senin (21/6).
Baca Juga: Pinjol ilegal marak, ini 125 fintech yang terdaftar di OJK
Selama ini, Satgas Waspada Investasi mengatasi maraknya pinjol ilegal ini dari dua sisi, yaitu sisi pelaku dan sisi pemakai. Tongam bilang, dari sisi pelaku, pihaknya selalu melakukan patroli siber bersama dengan kominfo dan memblokir situs yang dikenali sebagai pinjol ilegal.
“Dengan patroli ini, situs pinjol ilegal ini secara harian kami blokir sebelum ada yang akses. Namun, kita blokir hari ini, besoknya bikin yang baru. Makanya sangat sulit bagi kami kalau cuma memberantas dari sisi pelaku,” tambah Tongam.
Kalau dari sisi peminjam, Tongam mengatakan literasi kepada masyarakat masih sangat diperlukan. Dalam hal ini, ia menyoroti ada dua tipe masyarakat yang ada saat ini yaitu masyarakat yang memang tidak mengetahui terkait status ilegal dari pinjol dan masyarakat yang terpaksa meminjam karena kebutuhan dana.
Oleh karena itu, Tongam berharap agar tidak melulu menyalahkan dari sisi pelaku namun melihat juga dari sisi peminjamnya. Ia juga bilang selama ini pihaknya terus mengedukasi masyarakat agar meminimalisir pinjaman ke pinjol ilegal.
“Kesalahan terbesar di masyarakat kita itu mereka meminjam untuk gali lubang tutup lubang, tidak heran kalau guru honorer yang di Semarang itu meminjam ke 114 pinjaman online. Bagaimana mungkin? Harusnya pada pinjaman ketiga dia bisa berhenti,” ungkap Tongam.
Plt. Direktur Pengendalian Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika, Teguh Arifiadi sepakat bahwa edukasi bagi masyarakat terkait pinjol ilegal itu menjadi hal utama dalam pemberantasannya.
Menurut dia, masyarakat perlu mengenali ciri-ciri fintech ilegal serta mengetahui risiko dari penggunaan pinjol ilegal.
Baca Juga: Jangan salah pilih, ini daftar fintech lending terbaru yang terdaftar dan berizin OJK
“Pemblokiran itu hanya salah satu cara untuk mengurangi atau mencegah bukan menjadi solusi permanen menangani fintech ilegal. Solusi permanen yang perlu dikerjakan ya literasi tadi,” ujar Teguh.
Apalagi, Teguh menambahkan Kominfo kesulitan untuk memblokir keberadaan pinjol ilegal yang ada di aplikasi messaging, seperti Whatsapp dan Telegram. Padahal, menurutnya banyak pinjol ilegal yang saat ini mulai pindah berkeliaran ke layanan percakapan tersebut mengingat jika melalui aplikasi yang ada di playstore maupun applestore, mereka akan kesulitan memperoleh data pribadi pengguna.
“Secara teknis, patrolinya sangat sulit dilakukan karena pemerintah tidak punya akses ke layanan percakapan yang digunakan oleh warga negara Indonesia, sehingga kami hanya membatasi layanan-layanan yang ada di website dan aplikasi,” pungkas Teguh.
Selanjutnya: Buat yang hobi utang, yuk terapkan tips ini biar bebas dari kebiasaan meminjam
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News