kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

PHRI: Bisnis hotel kian berat akibat libur akhir tahun dipangkas


Kamis, 03 Desember 2020 / 06:20 WIB
PHRI: Bisnis hotel kian berat akibat libur akhir tahun dipangkas

Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) menilai upaya untuk meningkatkan bisnis perhotelan kian berat. Hal tersebut menyusul pengurangan jumlah cuti bersama dalam libur akhir tahun 2020.

Sekretaris Jendral PHRI Maulana Yusran menyebutkan kebijakan pengurangan cuti merupakan kebijakan yang mendadak. "Karena keputusan akhir tahun sudah dikeluarkan saat lebaran yang lalu," ujarnya kepada kontan.co.id, Rabu (3/12).

Lanjutnya, hal tersebut akan memberikan dampak perihal reservasi. Sebabnya, berdasarkan pengalaman saat pembatasan sosial berskala besar yang diterapkan Maret lalu banyak konsumen menuntut uang kembali. "Nah, mengembalikan uang konsumen itu bukan hal yang mudah di bisnis perhotelan karena prosesnya cukup panjang," tuturnya.

Ia menjelaskan, proses pengembalian uang konsumen cukup panjang karena dalam beberapa kasus melibatkan pihaknya seperti online travel agent atau travel agent sendiri untuk pembelian secara paket. "Selain itu, belum lagi biaya komitmen dan lain sebagainya," lanjutnya.

Baca Juga: Penataan ulang bandara internasional dinilai berpotensi rugikan sektor pariwisata

Maulana berujar hingga kuartal III-2020, rata-rata okupansi hotel secara nasional di level 30%. Menurutnya, capaian tersebut terdorong dari pelonggaran PSBB dan juga banyaknya hari libur.

Secara khusus, ia menyoroti long weekend saat libur Maulid Nabi. Pada periode tersebut, PHRI melakukan survey dan dari 26 DPP PHRI di tiap provinsi yang melaporkan terjadi peningkatan okupansi menjadi 52%. "Artinya, ada peningkatan okupansi 20% di long weekend dibandingkan okupansi reguler," ujarnya.

Berangkat dari sana, ia berujar peningkatan okupansi juga berangkat dari tidak naiknya harga jual kamar atawa average room rate (ARR). Ia menyebutkan, pada periode long weekend umumnya ARR meningkat 20% hingga 30% dari harga reguler di level Rp 500 ribu. Namun, di lapangan rata-rata ARR drop dari harga reguler di level Rp 350 ribu.

"Karenanya, hotel-hotel yang tertekan itu untuk hotel bintang 3 ke bawah. Untuk di atasnya okupansi meningkat karena tentu masyarakat akan memilih fasilitas terbaik dengan harga murah," ujarnya.

Menilik kondisi tersebut, Maulana mengakui hingga tutup tahun masih cukup sulit mencapai target okupansi akhir tahun. "Kami, harapkan paling tidak okupansi secara nasional 35%. Namun, dengan kondisi seperti ini masih cukup berat," tutupnya.

Selanjutnya: Sektor pariwisata bisa bangkit dengan menerapkan protokol kesehatan ketat dan promosi

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

×