Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Implementasi penyerapan gas industri US$ 6 mmbtu masih alami sejumlah kendala. Mulai dari tidak sinkronnya data hingga belum meratanya pasokan gas seharga US$ 6 mmbtu ke seluruh pelaku industri yang seharusnya menerima.
Seperti diketahui, dalam Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM Nomor 89 K/10/MEM/2020 tentang Pengguna dan Harga Gas Bumi Tertentu di Bidang Industri, ada tujuh sektor industri yang memperoleh gas dengan harga khusus US$ 6 mmbtu yakni industri pupuk, petrokimia, oleokimia, baja, keramik, kaca dan sarung tangan karet.
Sekretaris Jendral Asosiasi Industri Aromatik Olefin dan Plastik (Inaplas), Fajar Budiono menjelaskan lewat hasil dari pertemuan asosiasi industri dengan Kementerian ESDM dan SKK Migas, diketahui terjadi ketidaksinkronan data antara pengguna dan pemasok gas di luar PGN. Padahal dari sisi industri, kebutuhan gas masih kurang, namun data di Kementerian ESDM malah menunjukkan gas tersebut tidak terserap.
Secara umum, kebutuhan gas US$ 6/mmbtu di sektor petrokimia justru cenderung kurang. Hal ini disebabkan pasokan gas di Jawa Timur terkendala karena salah satu penghasil gas hulu di sana mengalami masalah.
Baca Juga: Industri keramik akui sudah maksimal menyerap gas industri US$ 6/mmbtu
Oleh karenanya, industri di Jawa Timur beberapa bulan belakangan dipaksa untuk take out pay karena hanya 75% kebutuhan industri dipasok dengan harga gas US$ 6/mmbtu dan sisanya menggunakan harga di rentang US$ 9/mmbtu hingga US$ 15 /mmbtu. "Adapun untuk industri petrokimia di Jawa Barat, penggunaan gas US$ 6/mmbtu sudah 100% berjalan," jelasnya kepada Kontan.co.id, Kamis (25/3).
Penyerapan gas industri US$ 6/mmbtu ini cukup beragam di masing-masing sektor industri karena ada perusahaan yang harus melakukan penyesuaian penggunaan gas karena melakukan efisiensi atau justru sedang ekspansi sehingga membutuhkan gas lebih banyak
Adanya ketidaksinkronan data antara pemerintah dengan industri, akhirnya diambil jalan tengah dengan cara pelaku industri harus melakukan pendataan ke Kementerian Perindustrian lewat Sistem Informasi Industri Nasional (SIINas) setiap bulan dan pertiga bulan.
Data yang harus disetor per bulan adalah laporan realisasi penyerapan gas dan pertiga bulan melaporkan proyeksi konsumsi gas tiga bulan ke depan. "Cara ini dilakukan supaya data yang simpang siur ini bisa dicari penyebabnya," kata Fajar.