kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pengamat: Tes PCR dengan harga sekitar Rp 800.000 masih sangat mahal


Rabu, 14 Juli 2021 / 11:35 WIB
Pengamat: Tes PCR dengan harga sekitar Rp 800.000 masih sangat mahal

Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pengujian dan pelacakan, atau yang lebih dikenal dengan testing dan tracing menjadi unsur penting dalam upaya pengendalian covid-19. Sayangnya, testing covid-19 di Indonesia dinilai masih terhambat oleh harga yang terlalu mahal.

Pengamat Kebijakan Publik Trubus Rahadiansyah mengungkapkan, tes dengan polyemerase chain reaction (PCR) dengan harga sekitar Rp 800.000 masih sangat mahal. Begitu juga dengan harga rapid test antigen.

Meski sudah ada Antigen dengan harga Rp 100.000-an, namun untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) harga itu masih tak terjangkau. "Kondisinya kan terdampak pandemi, daya beli turun, tabungan sudah habis. Testing ini pasti akan terkendala," kata Trubus saat dihubungi Kontan.co.id, Selasa (13/7).

Dia menegaskan, pemerintah seharusnya melakukan subsidi silang, sehingga harga tes covid-19 bisa lebih terjangkau oleh masyarakat. Dalam hal ini, penting untuk dilakukan klasifikasi, misalnya dilihat dari pendapatan dan pajak penghasilannya.

Untuk masyarakat berpenghasilan menengah ke atas yang masih memiliki daya beli, bukan masalah jika harus membayar tes covid-19 dengan harga pasar. Namun untuk MBR, semestinya negara mensubsidi, bahkan idealnya bisa diberikan secara gratis.

Baca Juga: Indofarma (INAF) kombinasikan alat tes Covid-19 buatan lokal dan impor

"Pemerintah harusnya berperan di sini. Mereka yang MBR disubsidi, bahkan kalau bisa digratiskan. Sementara yang menengah ke atas, dengan harga yang sekarang ada juga mampu. Harapannya yang (bayar) penuh itu mensubsidi mereka yang MBR," terang Trubus.

Pemerintah negara lain pun, sambungnya, melakukan berbagai upaya untuk menekan harga tes sehingga bisa terjangkau. "Negara lain kan begitu (memberi subsidi). Malaysia, Singapura, Vietnam, India juga begitu modelnya. karena ini pandemi, jadi tanggung jawab negara," imbuh Trubus.

Epidemiolog dari Griffith University, Dicky Budiman juga berpandangan bahwa pemerintah semestinya bisa berperan lebih aktif untuk membuat harga tes covid-19 menjadi lebih terjangkau. Dicky menyoroti, 3T (testing, tracing dan treatment) yang belum optimal dijalankan, membuat pandemi di Indonesia menjadi tak terkendali.

"Dalam satu setengah tahun terakhir positivity rate Indonesia rata-rata selalu jauh di atas 10%, artinya sangat tinggi, tidak terkendali. Artinya, testing dan tracing-nya sangat tidak ideal," ungkap Dicky kepada Kontan.co.id, Selasa (13/7).

Menurutnya, testing tidak harus dilakukan melalui PCR. Test Antigen pun cukup ideal sesuai dengan standar dan rekomendari dari WHO. Apalagi teknologi PCR dan Antigen semakin berkembang, sehingga hasil tes menjadi lebih akurat dengan harga yang lebih murah.

Pemerintah, semestinya bisa berperan lebih aktif untuk mengadakan Antigen yang lebih murah namun dengan tetap memenuhi standar. "Semakin ke sini kan akurasi tinggi dan lebih murah. Seperti harga kopi Rp 50 ribuan. Kalau negara bergerak, mungkin harganya bisa seperti di India, yang cuman Rp 10 ribu-Rp 20 ribu-an," sebut Dicky.

Yang pasti, baik Trubus maupun Dicky menyerukan bahwa pandemi ini mesti menjadi bahan evaluasi pemerintah. Khususnya untuk menciptakan industri kesehatan dari hulu hingga hilir, sehingga siap memenuhi kebutuhan masyarakat.

"Yang ramai itu kan misalnya tabung oksigen, kan harusnya bisa diproduksi sendiri. Untuk skenario menengah dan jangka panjang, harusnya bisa lebih disiapkan (industri kesehatan nasional)," sebut Trubus.

Sementara itu, Dicky meyakini sumber daya manusia di Indonesia sudah mampu dalam menyiapkan industri kesehatan. "Vaksin yang berteknologi tinggi saja kita kan bisa. Apalagi misalnya cuman alat testing. Kalau komitmen kita tinggi, tentu akan bisa cepat," pungkas Dicky.

Selanjutnya: Prodia telah melayani lebih dari 630 ribu pemeriksaan covid-19 hingga bulan Juni 2021

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

×