kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.505.000   -15.000   -0,99%
  • USD/IDR 16.295   -200,00   -1,24%
  • IDX 6.977   -130,64   -1,84%
  • KOMPAS100 1.042   -22,22   -2,09%
  • LQ45 818   -15,50   -1,86%
  • ISSI 213   -3,84   -1,77%
  • IDX30 417   -9,14   -2,14%
  • IDXHIDIV20 504   -9,85   -1,92%
  • IDX80 119   -2,45   -2,02%
  • IDXV30 125   -2,38   -1,87%
  • IDXQ30 139   -2,59   -1,83%

Pengamat: Jika Tunjangan Kinerja Pegawai Pajak Turun Bisa Picu Praktik Kongkalikong


Sabtu, 04 Maret 2023 / 13:30 WIB
Pengamat: Jika Tunjangan Kinerja Pegawai Pajak Turun Bisa Picu Praktik Kongkalikong

Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Buntut kasus pejabat pajak nakal yang tengah ramai diperbincangkan memicu kekecewaan masyarakat kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan. Banyak dari mereka yang menuntut agar tunjangan kinerja (Tukin) pegawai DJP perlu dievaluasi kembali.

Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute (TRI) Prianto Budi Saptono menilai, penurunan tukin pegawai DJP dapat berimbas pada praktik kongkalikong (tak jujur) antara pegawai DJP dengan wajib pajak akan semakin marak.

Menurutnya, gaya hidup dan biaya hidup pegawai pajak yang sudah terbentuk dengan penerapan tukin selama ini juga akan terpengaruh. Pasalnya, biaya hidup dan cicilan kredit aparatur sipil negara (ASN) pajak akan terdampak dengan penurunan tukin terjadi, akibatnya ada potensi praktik kongkalikong muncul kembali.

Baca Juga: KPK Akui Geng Pegawai Pajak Canggih Dalam Menyamarkan Kekayaan

"Praktik kongkalikong marak terjadi di antara pegawai pajak dan wajib pajak. Pada akhirnya, reformasi sumber daya manusia (SDM) diterapkan di Kemenkeu, khususnya DJP dengan tukin. Tujuannya adalah agar praktik kongkalikong dapat dihilangkan," ujar Prianto kepada Kontan.co.id, Jumat (3/3).

Oleh karena itu, Prianto melihat bahwa tukin pegawai pajak saat ini sudah sangat memadai dan tidak perlu direvisi kembali. Hal ini dikarenakan permasalahan mendasar dalam kasus RAT bukan terletak pada tukin, melainkan pada moralitas.

"Masalah utama bukan di tukin, tapi moralitas pegawai DJP ketika melihat peluang kongkalikong masih dapat diterapkan dengan pendekatan membangun geng-geng yang bisa tercipta chemistry," kata Prianto.

Senada dengan Prianto, Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar mengatakan bahwa menurunkan tukin pegawai DJP bukanlah upaya yang tepat sebagai bentuk kekecewaan terhadap saudara RAT.

"Kalau menurunkan tukin DJP itu tak mungkin, karena perlu menjaga moral dari pegawai pajak. Seakan-akan mereka mendapatkan hukuman dari yang dilakukan oleh segelintir oknum nakal di instansi mereka. Saya kira itu tidak tepat," kata Fajry kepada Kontan.co.id, Jumat (3/3).

Baca Juga: Setoran Pajak Digital Capai Rp 11,03 Triliun hingga Akhir Februari 2023

Fajry bilang, kenaikan tukin DJP salah satunya bertujuan untuk menjaga agar SDM berkualitas di DJP bisa bertahan. Ini lantaran selama ini banyak pegawai DJP yang ditarik menjadi pegawai swasta atau kantor konsultan.

"Kalau ingin mencegah terjadinya tindak korupsi, kenaikan tunjangan tidak bisa berdiri sendiri, perlu diikuti dengan kenaikan pengawasan internal dan sebagainya," pungkasnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

×