Reporter: Amalia Nur Fitri | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sekretaris Jenderal Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Maulana Yusran menyatakan kenaikan harga tiket pesawat akan membawa dampak yang tidak diinginkan bagi percepatan ekonomi dan kebangkitan pariwisata Indonesia.
"Dalam pariwisata, ada konsep 3A yakni Amenitas, Atraksi dan Aksesibilitas. Aksesibilitas akan menjadi hambatan karena kenaikan harga tiket atau berkurangnya frekuensi penerbangan. Ini akan berdampak pada pariwisata, terutama dari perspektif hotel dan restoran khususnya di daerah-daerah di luar Pulau Jawa, seperti Bali, NTB, NTT, Sumatera Utara, Padang, Kalimantan, Sulawesi, Papua. Kenaikan tiket pesawat akan menjadi kendala tersendiri untuk meningkatkan okupansi di daerah sana sebab sumber pergerakan ada di Jakarta, jika kita membicarakan wisata domestik," ujarnya saat dihubungi oleh Kontan, Rabu (6/7).
Ia menambahkan, pada tahun 2019 lalu isu kenaikan harga tiket pesawat juga ada dan memberikan efek pada penurunan kegiatan pariwisata. Saat itu masalahnya hanya ada di penerbangan domestik, namun saat ini juga terjadi pada harga tiket pesawat internasional. Namun saat itu, bisa menguntungkan bagi pelaku perjalanan luar negeri ke domestik.
Baca Juga: Cerita Pelaku Bisnis yang Kewalahan Hadapi Permintaan Event MICE
Tak hanya itu, pada masa tersebut masyarakat Indonesia yang melakukan perjalanan wisata ke luar negeri juga tinggi, atau tercatat kurang lebih sekitar 10 juta orang. Hal ini membuat wisata domestik lebih sepi dibandingkan luar negeri pada tahun 2019. Ia memproyeksi, hal yang sama bisa terulang kembali tahun ini.
Pada masa kini, yakni di semester II 2022 umumnya secara tahunan kegiatan-kegiatan korporasi akan meningkat, hal ini juga akan memberikan dampak pada frekuensi penerbangan yang cukup minim saat ini. Maulna memberikan contoh pada masa libur Lebaran atau cuti bersama tahun ini, dimana perjalanan melalui jalur darat meningkat.
"Perjalanan melalui jalur udara meningkat bila dibandingkan dengan tahun 2021 namun frekuensinya tidak sama di tahun 2019 sampai 2020. Jadi, walau kebijakan sudah membebaskan untuk bergerak, masyarakat tetap akan sulit bergerak karena harga tiket meningkat. Apalagi di masa pandemi, daya beli menurun dan kemampuan untuk menaikkan biaya perjalanan bagi turis tidak semudah yang dibayangkan," sambungnya.
Baca Juga: Presidensi G20 Diharapkan Mendorong Pemulihan Sektor Pariwisata Indonesia
Maulana mengatakan, mencari titik temu ini harus menjadi pekerjaan rumah bagi Pemerintah. Saat ini, kenaikan harga tiket tidak terlepas dari kenaikan harga avtur sehingga Pemerintah perlu menginisiasi biaya avtur agar tidak menjadi kendala utama dalam peningkatan harga tiket pesawat. Bagaimanapun, maskapai pesawat juga tidak ingin rugi dalam berbisnis.
"Tahun 2022, kita masuk pada fase pemulihan ekonomi, khususnya pariwisata. Tapi kenaikan harga tiket bisa menghambat untuk memulihkan pariwisata jika aksesnya menjadi kendala besar dan akan susah di sisi segmen market yang pergerakannya paling besar, yakni turis domestik," tutupnya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News