kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pemerintah Kembalikan Defisit di Bawah 3% di 2023, Ekonom: Asal Ada Penghematan


Jumat, 15 April 2022 / 06:25 WIB
Pemerintah Kembalikan Defisit di Bawah 3% di 2023, Ekonom: Asal Ada Penghematan

Reporter: Siti Masitoh | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Pemerintah telah menetapkan pagu indikatif Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, pemerintah merancang defisit APBN 2022 pada kisaran Rp 562,6 triliun hingga Rp 596,7 triliun atau 2,81% hingga 2,95% dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudistira, mengatakan, pemerintah bisa kembali ke defisit normal di bawah 3% PDB, yang sejalan dengan mandat Undang-Undang (UU) no. 2 tahun 2022, asalkan penghematan belanja dilakukan dengan menyasar belanja non subsidi energi dan pangan.

“Jika penghematan belanja asalkan menyasar pada belanja non subsidi energi dan pangan masih dimungkinkan,” tutur Bhima kepada Kontan.co.id, Kamis (14/4).

Adapun, pemerintah mematok pendapatan negara  sebesar Rp 2.255,5 triliun hingga Rp 2.382,6 triliun atau setara 11,28% PDB hingga 11,76% PDB di 2023. Pagu indikatif pendapatan negara pada tahun depan lebih tinggi sekitar 22,17% hingga 29,05% dari target pendapatan negara yang ada dalam APBN 2022 yang sebesar Rp 1.846,14 triliun.

Baca Juga: Anggaran Pendidikan Pada 2023 Naik Jadi Rp 595,9 Triliun

Sementara, pendapatan negara diperkirakan mencapai Rp 2.255,5 triliun hingga Rp 2.382,6 triliun atau setara 11,28% PDB hingga 11,76% PDB. Pagu indikatif pendapatan negara pada tahun depan lebih tinggi sekitar 22,17% hingga 29,05% dari target pendapatan negara yang ada dalam APBN 2022 yang sebesar Rp 1.846,14 triliun.

Bhima menilai, tahun depan pemerintah harus waspada meskipun terdapat windfall harga komoditas yang dapat meningkatkan penerimaan perpajakan dan juga penerimaan negara bukan pajak  (PNBP).

Dia memberikan 3 catatan yang perlu diperhatikan pemerintah, diantaranya, pertama, alokasi subsidi energi dan perlindungan sosial diperkirakan meningkat sejalan dengan tekanan harga minyak mentah dan pangan yang naik.

“Misalnya soal subsidi energi diperkirakan bengkak dari Rp 134 triliun menjadi Rp 200 triliun jika pemerintah berusaha menahan harga pertalite dan LPG 3kg hingga akhir tahun,” jelas Bhima mencontohkan.

Baca Juga: Bantu Pembangunan Daerah, Pemerintah Pusat Akan Pertajam DAK

Kedua, belanja mega proyek infrastruktur harus tetap berjalan sesuai jadwal. Pemerintah merencanakan pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) baru di Kalimantan timur hingga tahun 2024 dengan menelan biaya Rp 484 triliun, dimana 53% nya diambil dari APBN.

“Anggaran belanja infrastruktur juga menyita kas pemerintah dan membuat ruang fiskal semakin sempit,” kata Bhima.

Ketiga, tahun ini belanja pembayaran bunga utang yang tercatat mencapai Rp 405,9 triliun. Cadangan devisa pada Maret 2022 juga ikut alami penurunan Rp33 triliun, salah satunya karena pembayaran utang luar negeri pemerintah. Kemudian, beban utang pemerintah yang sebelumnya naik, tetap harus dibayar dan itu akan gerus APBN.

Sehingga, lanjut Bhima, diperkirakan akan tetap ada tambahan beban utang yang besar khususnya pada semester ke II 2022.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

×