Reporter: Lailatul Anisah | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Petani Sawit mendukung kebijakan Kementerian Perdagangan (Kemendag) yang menurunkan rasio kuota ekspor minyak sawit mentah dari 1:8 menjadi 1:6.
"Pemangkasan rasio quota ekspor menjadi 1:6 oleh Kemendag itu sudah tepat dan terukur," kata Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo), Gulat Manurung pada Kontan.co.id, Selasa (3/1).
Gulat menjelaskan, produksi sawit petani saat ini diprediksi akan menurun 20%-35% lantaran adanya kenaikan harga pupuk hingga 300%. Sehingga berdampak pada penurunan produksi CPO yang mencapai 5%-11%.
Baca Juga: GAPKI Sebut Penurunan Rasio Ekspor CPO Tak Akan Berdampak Besar
Selain itu, adanya peningkatan kebutuhan domestik juga perlu diantisipasi terutama dengan diberlakukanya mandatory Biodiesel 35 (B35) yang akan menyerap 14 juta ton CPO. Lanjut menurutnya, kebijakan ini juga dikeluarkan lantaran ada tekanan kebijakan Uni Eropa terhadap sawit Indonesia.
"Meski begitu Indonesia sudah benar dan tepat membuat kebijakan tadi," jelas Gulat.
Selain itu, Gulat mengungkapkan tahun ini diproyeksikan kebutuhan dunia akan minyak nabati terutama dari sawit akan meningkat. Hal ini dipengaruhi juga karena produksi CPO Malaysia akan sedikit bermasalah yang disebabkan ketersediaan tenaga kerja.
Baca Juga: Amankan Pasokan Minyak Goreng Domestik, Kemendag Terapkan Aturan Baru Soal Ekspor CPO
Oleh karena itu, harga CPO dunia akan naik di 2023 secara progresif dan harga TBS petani akan terdongkrak pada kisaran Rp 3.000 per Kg-Rp 4.500 per Kg tahun ini.
"Kenaikan harga minyak sawit dunia, tentu akan merangsang memacu kuota ekspor, bila tidak diantisipasi akan berpotensi kelangkaan migor," jelas Gulat.
"Jadi sudah benar apa yangg dilakukan Kemendag mengurangi Rasio 1:8 menjadi 1:6, yang saya istilahkan affirmative action," tutup Gulat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News