kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.910   20,00   0,13%
  • IDX 7.197   56,12   0,79%
  • KOMPAS100 1.107   11,64   1,06%
  • LQ45 878   11,94   1,38%
  • ISSI 221   0,95   0,43%
  • IDX30 449   6,34   1,43%
  • IDXHIDIV20 540   5,67   1,06%
  • IDX80 127   1,46   1,16%
  • IDXV30 134   0,44   0,32%
  • IDXQ30 149   1,61   1,09%

Pajak Karbon untuk Penuhi Komitmen Net Zero Emisi, Bukan untuk Penerimaan Negara


Selasa, 27 Desember 2022 / 06:06 WIB
Pajak Karbon untuk Penuhi Komitmen Net Zero Emisi, Bukan untuk Penerimaan Negara
ILUSTRASI. Wamenkeu Suahasil Nazara menegaskan, pajak karbon bukan merupakan instrumen fiskal atau alat untuk mendongkrak penerimaan negara.

Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penerapan pajak karbon masih samar-samar. Pemerintah telah dua kali menunda penerapan pajak karbon (carbon tax).

Terakhir penerapan pajak karbon yang sedianya berlaku pada Juli tahun 2022 kembali ditunda. Penundaan ini menjadi yang kedua kalinya pada tahun ini. Awalnya, pajak karbon bakal diterapkan pada April 2022.

Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara menegaskan, pajak karbon bukan merupakan instrumen fiskal atau alat untuk mendongkrak penerimaan negara. Pajak karbon sebagai bentuk komitmen pemerintah dalam menurunkan emisi gas rumah kaca atau untuk mencapai target ner zero emission di tahun 2060.

"Pajak karbon bukan tujuannya untuk penerimaan negara. Pajak karbon bukan supaya penerimaan negara baik. Pajak karbon adalah supaya Indonesia bisa memenuhi janji net zero emission," ujar Suahasil dalam acara Indonesia Economic Outlook 2023, dikutip, Senin (26/12).

Baca Juga: Aturan Turunan UU HPP Terbit, Ini Jenis-jenis Pajak Natura yang Dikecualikan dari PPh

Suahasil mengatakan, Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) memberikan ruang pemerintah untuk mengimplementasikan pajak karbon. Dirinya juga bilang, tidak semua negara memiliki pajak karbon sebagai alat untuk memitigasi perubahan iklim.

"Kita menunjukkan berbagai macam reform dari administrasi dan kebijakan pajak, termasuk kita mengintroduce pajak karbon yang belum kita aplikasikan, tapi disitu secara politik kita sudah diberi ruang untuk menetapkan," katanya.

Dalam penerapannya, ada dua skema implementasi pajak karbon. Pertama, melalui perdagangan karbon atau cap and trade. Institusi yang menghasilkan emisi lebih dari cap atau batas yang ditentukan, maka bisa membeli sertifikat izin emisi (SIE) dari institusi lain yang emisinya di bawah cap. Opsi lainnya, membeli sertifikat penurunan emisi (SPE).

Kedua, melalu pajak karbon atau cap and tax yang mengatur jika suatu institusi tidak bisa membeli SIE atau SPE secara penuh atas kelebihan emisi yang dihasilkan, maka berlaku skema cap and tax. Ini berarti sisa emisi yang melebihi cap tadi akan dikenakan pajak karbon.

Oleh karena itu, kata Suahasil, pelaku usaha dapat memilih mengkompensasi emisi yang dihasilkan dengan dua cara tersebut, yakni melalui pembelian kredit carbon atau membayar pajak karbon.

"Kalau mau mengkompensasi lewat pasar, monggo, kita siapkan pasar karbon. Enggak bisa mengkompensasi lewat pasar? Mengkompensasi lewat negara, monggo, bayar pajak karbon. Beda kan? Itu ada di dalam UU HPP bersama dengan item-item yang lain mengenai perpajakan kita," tandasnya.

Baca Juga: Sri Mulyani Waspadai Dampak Perlambatan Ekonomi 2023 ke Penerimaan Pajak

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

×