kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pada Tahun Depan, Tekanan Harga Komoditas Logam Industri Diramal Masih Berlanjut


Jumat, 23 Desember 2022 / 08:00 WIB
Pada Tahun Depan, Tekanan Harga Komoditas Logam Industri Diramal Masih Berlanjut

Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tahun 2022 menjadi tahun yang sulit bagi semua unsur logam. Penurunan harga komoditas logam industri diperkirakan berlanjut di tahun depan, jika perekonomian China belum pulih.

Mengutip Bloomberg per 22 Desember 2022, harga Aluminium LME turun sebesar 14,82% ke level US$ 2,391 per ton, secara year to date (YTD). Harga Tembaga LME melemah 13,65%, menuju level US$ 8,393 per metrik ton. Harga Timah saat ini berada pada harga US$ 24,060, telah anjlok 38,09%. Hanya Nikel yang menguat sebesar 42,56% ke level US$ 29,591 per ton.

Presiden Komisioner HFX International Berjangka Sutopo Widodo menjelaskan, logam secara umum dipandang sebagai indikator utama kesehatan ekonomi.

Kebijakan Bank Sentral yang lebih ketat, krisis energi yang timbul dari perang Rusia di Ukraina, kombinasi penguncian ketat Covid-19 China dan pasar properti yang lemah sebagai indikator resesi masih menjadi sentimen utama penekan harga logam saat ini. 

Baca Juga: Penguatan Harga Komoditas Logam Industri Menunggu Ekonomi China Pulih

"Kemungkinan besar tekanan bakal berlanjut hingga tahun depan," ucap Sutopo kepada Kontan.co.id, Kamis (22/12).

Sutopo bilang, permintaan logam industri dari China bakal terus susut seiring pengendalian covid yang belum usai. Namun jika nanti China mampu mengendalikan ke arah pembukaan kembali ekonomi, maka restocking kemungkinan akan terjadi.

Di sisi lain, dampak embargo dari perang antara Rusia-Ukraina juga menjadi sentimen negatif bagi harga komoditas, termasuk logam industri. Perang telah membawa kondisi global menghadapi inflasi hingga resesi, sehingga berdampak pada penyerapan logam industri.

Hanya saja, Sutopo berpandangan bahwa dampaknya tidak signifikan karena produsen logam utama bukan Rusia dan konsumen terbesar ada di China.

"Kebijakan kesehatan di China lebih berpengaruh terhadap harga logam," lanjutnya.

Sutopo mengaku sulit untuk melihat momentum harga logam industri bisa menguat di tahun depan. Meskipun ada harapan untuk bangkit, prospek ekonomi global masih sangat tidak pasti.

Utamanya kekhawatiran tentang penundaan pembukaan kembali ekonomi China adalah bearish untuk permintaan logam. Kasus Covid menyebar dengan cepat di China setelah pembatasan pandemi negara itu secara tak terduga dilonggarkan baru-baru ini. 

Setiap pembatasan Covid baru, dimaknai bakal mengekang permintaan energi dan menunda pembukaan kembali ekonomi China.

Baca Juga: Resesi Mengancam, Harga Komoditas Logam Industri Diprediksi Masih Lesu Tahun Depan

Sementara, Sutopo menilai bahwa dampak pelarangan ekspor bauksit akan dirasakan oleh Eropa. Langkah pemerintah ini dianggap menjadi lompatan katak untuk kemajuan industri Indonesia. Kesetaraan kemajuan, timbal balik antara bahan baku dan teknologi hal itulah yang diinginkan untuk kebangkitan ekonomi masa depan. 

Proyeksi Sutopo harga aluminium akan diperdagangkan pada US$ 2313,49 per ton pada akhir kuartal ini dan perkiraan harga 12 bulan ke depan di US$ 2138,45 per ton. Tembaga diperkirakan akan diperdagangkan pada level US$ 3,68 Lb pada akhir kuartal ini, dan perkiraan 12 bulan ke depan di level US$ 3,43 Lb.

Timah diperkirakan akan diperdagangkan pada US$ 21,056 metrik ton pada akhir kuartal ini, dan perkiraan 12 bulan ke depan di US$ 19,636 metrik ton. Sedangkan, Nikel diperkirakan akan diperdagangkan pada US$ 29,862 metrik ton pada akhir kuartal ini, dan perkiraan 12 bulan ke depan di US$ 35,717 metrik ton.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

×