Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa keuangan (OJK) ingin bank asing yang beroperasi di Indonesia bisa berkontribusi lebih banyak terhadap perekonomian nasional. Pasalnya, selama ini bank asing lebih banyak melayani nasabah dari negara asalnya.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana menyatakan kepemilikan industri perbankan masih didominasi oleh investor lokal sebesar 73%, yang disumbang oleh pemerintah pusat maupun daerah hingga swasta. Sedangkan kepemilikan asing di Indonesia masih kecil dan belum berkembang secara optimal.
Heru mengamini kontribusi bank asing terhadap perekonomian Indonesia masih relatif kecil. Oleh sebab itu, regulator telah memberikan tantangan bagi kelompok kantor cabang bank asing untuk mengoptimalkan penyaluran kredit.
Berdasarkan data OJK, penyaluran kredit oleh kegiatan usaha kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri alias bank asing senilai Rp 171,01 triliun di Oktober 2021. Nilai itu turun 24,51% year on year (yoy) dibandingkan Oktober 2020 senilai Rp 226,54 triliun. Adapun kontribusi kredit kelompok bank asing ini hanya 3,02% terhadap total kredit bank sebesar Rp 5.651,6 triliun di Oktober 2021.
Baca Juga: Serangan Siber Paling Banyak Menyerang Industri Perbankan
“Saya tantangan dalam rencana bisnis bank mereka, seberapa besar mereka bisa menyalurkan kredit ke berbagai nasabah dan sektor. Jangan sampai hanya salurkan pembiayaan ke nasabah atau lingkungan asal negaranya,” ujar Heru kepada Kontan.co.id pekan lalu.
Berkat ini, OJK mulai melihat perbankan asing makin gencar mencari potensi-potensi kredit ke segmen di luar lingkungan mereka. Agar tidak kecolongan, Heru mengaku pemantauannya pun dilakukan secara intens dari waktu ke waktu. “Termasuk, kontribusi kredit mereka ke sektor pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah. Saya selalu sampaikan, tidak boleh ada satu bank pun yang tidak berkontribusi kepada UMKM,” papar Heru.
Oleh sebab itu, OJK akan menempatkan strategi dan waktu pencapaian target-target yang sudah regulator tetapkan. Termasuk pemenuhan rasio kredit ke UMKM sebesar 30% dari total kredit yang disalurkan oleh perbankan.
“Tapi 30% itu kan secara industri, kita juga tahu menyasar sektor UMKM tidak mudah. Sebab, masing-masing bank memiliki core business yang berbeda satu sama lain. Sehingga kontribusi itu akan sangat bergantung pada spesifikasi dan karakteristik bisnis banknya,” jelas Heru.
Oleh sebab itu, OJK tidak memaksakan batas waktu agar target 30% itu harus tercapai di masing-masing bank. Heru lebih meminta agar strategi dan proyeksi waktu pencapaian target itu tertuang di dalam RBB bank.
Baca Juga: Bank Mandiri Raup Pendapatan Rp 120 Miliar dari Bisnis Remitansi pada Tahun 2021
Adapun Citibank N.A., Indonesia (Citi Indonesia) berhasil menyalurkan kredit senilai Rp 40,24 triliun per September 2021. Nilai ini turun 15,16% yoy dibandingkan September 2020 sebesar Rp 47,43 triliun.
Citi Indonesia mencatatkan gross NPL sebesar 3,3% yang meningkat dari 2,8% dari tahun lalu, sehubungan dengan kualitas kredit dari satu klien korporasi. Citi Indonesia yakin bahwa kualitas portofolio kredit tetap dalam kondisi baik karena penerapan asas kehati-hatian dalam manajemen risiko untuk mengatasi dampak dari pandemi.
Selain itu, Citi Indonesia juga terus memastikan kecukupan pencadangan kerugian kredit, di mana Citi Indonesia menjaga rasio Net NPL tetap rendah, yaitu sebesar 0,9%. Citi Indonesia memiliki likuiditas yang sangat baik dengan Lending to Deposit Ratio (LDR) sebesar 62,5% dan modal yang kokoh dengan Rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) sebesar 26,7%, meningkat dari 26,5% dari periode yang sama tahun lalu.