Reporter: Danielisa Putriadita | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Minat investor dan likuiditas di pasar obligasi semakin tinggi. Hal tersebut terlihat pada Indonesia Composite Bond Index (ICBI) jadi kembali menorehkan rekor tertinggi di level 322,48 pada Senin (26/7)
Head of Fixed Income PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) Fayadri mengatakan, penguatan ICBI saat ini bukan karena kebijakan Bank Indonesia (BI) yang kemarin menahan suku bunga acuan. Menurut Fayadri aksi BI tersebut sudah diprediksi oleh pelaku pasar.
Sementara, penguatan ICBI lebih dipengaruhi oleh masih terjaganya minat investor dan kondisi likuiditas yang tinggi. Dia mengamati, ada tambahan likuiditas pada 15 Juni lalu, yang berasal dari seri FR0053 yang jatuh tempo.
Selain itu, yield US Treasury yang dalam tren menurun menandakan kinerja obligasi AS juga membaik dan ini turut mendukung pasar obligasi dalam negeri.
Baca Juga: Dana kelolaan industri dapen masih bisa tumbuh positif
"Bagusnya kinerja US Treasury serta obligasi secara global imbas tingginya minat investor terhadap obligasi pemerintah mendukung penguatan ICBI," jelas Fayadri, Senin (26/7).
Kombinasi faktor tersebut yang membuat pelaksanaan lelang 21 Juni lalu berhasil menerima penawaran masuk yang cukup besar yang mencapai Rp 95,55 triliun dan turut membawa ICBI naik.
Fayadri memproyeksikan ke depan pasar obligasi masih memiliki sentimen positif. Dalam kondisi perekonomian yang dibayangi dampak meningkatnya kasus Covid-19, investasi di obligasi pemerintah jadi pilihan yang bijak.
Selain kebijakan suku bunga oleh bank sentral, kelebihan likuiditas saat ini yang masih dimiliki investor menjadi sentimen positif yang mendukung harga obligasi naik. Fayadri memproyeksikan yield obligasi seri acuan tenor 10 tahun masih bisa turun mendekati 6,20%.
Namun, investor perlu mencermati kebijakan Federal Reserve selanjutnya. Pesan yang dapat ditangkap baik dari risalah rapat FOMC maupun pernyataan dari pejabat The Fed terhadap pemulihan ekonomi AS masih belum seperti yang diharapkan, meski angka inflasi naik, tetapi kondisi ketenagakerjaan AS masih di bawah ekspektasi.
Baca Juga: Potensi investasi reksadana di era suku bunga rendah
Alhasil, The Fed masih belum akan merubah kebijakan suku bunganya dan ini menjadi sentimen positif bagi pasar obligasi dalam negeri.
"Data ketenagakerjaan AS jadi salah satu faktor yang berpotensi menjadi pemicu fluktuasi di pasar obligasi dan investor perlu mencermati data tersebut," kata Fayadri.
Sedangkan, dari dalam negeri faktor yang perlu investor perhatikan adalah volatilitas nilai tukar rupiah. Alasannya, pelemahan nilai tukar rupiah biasanya diikuti dengan outflow dari pasar saham dan obligasi domestik.
Selanjutnya: Kinerja seluruh jenis reksadana tumbuh, tapi reksadana saham yang paling unggul
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News