Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, perubahan kebijakan pemerintah Amerika Serikat (AS) dan pengetatan moneter atau taper tantrum, menjadi risiko yang akan dihadapi perekonomian domestik di tahun ini.
Selain negara Paman Sam, pemerintah juga melihat adanya dampak dari pemulihan ekonomi yang cepat di negara China terhadap perekonomian Indonesia.
Untuk itu, dirinya meyakinkan, pemerintah Indonesia akan bekerja keras untuk menjaga perekonomian Indonesia, agar tak tergelincir di tengah gejolak pasar keuangan dan perekonomian global.
“Jelas Indonesia ini masih terdampak dari perubahan kebijakan eksternal (spill over), terutama yang terjadi di AS atau China. Namun, kita akan terus menjaga fundamental ekonomi sehingga saat spill over terjadi, maka tidak membuat ekonomi collapse,” ujar Sri Mulyani kepada Fitch Ratings, Rabu (24/3).
Baca Juga: Dana asing diproyeksikan deras masuk ke Asia Pasifik termasuk Indonesia daripada AS
Sri Mulyani kemudian menjelaskan, kebijakan AS yang membuat gejolak adalah adanya gelontoran stimulus fiskal senilai US$ 1,9 triliun oleh presiden AS Joe Biden.
Dengan adanya stimulus fiskal ini, yield surat utang AS atau US Treasury menjadi meningkat. Ia menyebut, US Treasury tenor 10 tahun naik 85% dari 0,92% menjadi 1,7% dalam kurun waktu kurang dari tiga bulan, atau dari awal Januari 2021 hingga 19 Maret 2021.
Peningkatan yield US Treasury ini akhirnya meningkatkan yield surat utang dari negara-negara lain, seperti Filipina yang naik 48%, juga Brasil dan Rusia yang naik 29%.
Sementara Indonesia sendiri naik 11%. Atau cenderung lebih rendah daripada negara-negara lain. Menurutnya, ini merupakan sebuah keuntungan karena mencerminkan fundamental Indonesia yang terjaga.
Baca Juga: Bank Indonesia pertahankan suku bunga, apa dampaknya bagi pasar reksadana?
“Ini berarti pemegang surat utang kita merasa lebih aman, meski memang spread yang ketat. Namun, kami akan terus menjaga kepercayaan (confidence) mereka dengan gelontoran kebijakan,” katanya.
Kemudian disinggung soal risiko taper tantrum, Sri Mulyani optimistis Indonesia masih memiliki daya tahan yang cukup kuat. Ini terlihat dari porsi kepemilikan asing di surat utang Indonesia yang masih di bawah 30%, atau lebih rendah dari saat kondisi taper tantrum satu windu silam.
Selanjutnya: Penguatan IHSG Akan Berlanjut Hari Ini, Investor Sebaiknya Tidak Terlalu Agresif
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News