Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melakukan pertemuan dengan Presiden World Resources Institute (WRI) Aniruddha (Ani) Dasgupta. Keduanya saling membahas mengenai penanganan perubahan iklim, utamanya di Indonesia.
Sri Mulyani menyampaikan, guna mendukung pertumbuhan perekonomian Indonesia yang berkelanjutan maka pemerintah Indonesia tengah menyiapkan sebuah instrumen fiskal yang disebut pajak karbon.
Dirinya mengklaim, pajak karbon tidak hanya bertujuan mengurangi emisi gas rumah kaca, namun juga membuat seluruh investasi di Indonesia menjadi jauh lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan.
"Untuk mendukung pertumbuhan perekonomian yang berkelanjutan, kami sedang menyiapkan pajak karbon," ujar Sri Mulyani dalam unggahan di instagram pribadinya, Selasa (21/2).
Baca Juga: Jaga Pertumbuhan di Atas 5% di Tengah Ketidakpastian Global, Berikut Strategi Menkeu
Selain itu, Indonesia juga berkomitmen penuh dalam menghadapi perubahan iklim, salah satunya melalui komitmen Nationally Determined Contribution (NDC). Menkeu bilang, target NDC Indonesia telah ditingkatkan dari 29% menjadi 31,89% untuk usaha sendiri.
"Ini setara dengan 915 juta ton emisi CO2 pada tahun 2030," ungkapnya.
Untuk itu, Sri Mulyani mengatakan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) akan difokuskan untuk mendorong penanganan perubahan iklim ini. Adapun Climate Budget Tagging (CBT) menjadi mekanisme Indonesia pada tingkat pusat dan daerah.
Tercatat, sejak tahun 2016 hingga 2021 CBT sudah terakumulasikan sebesar US$ 34 miliar atau Rp 502 triliun untuk penanganan perubahan iklim.
"Kepada Ani (Presiden WRI) juga saya tekankan, kerjasama internasional berperan sangat vital dalam penanganan perubahan iklim. Indonesia melalui Presidensi G20 pada 2022 lalu dan keketuaan ASEAN pada 2023 ini telah dan akan terus mendorong keuangan berkelanjutan dan transisi hijau,"pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News